Saat itu engkau masih memintaku, menyuapimu dengan 2-3 suap jelly melon sebelum tidur.
Ingatkah dirimu, saat kupaksa, lebih banyak lagi melahap agar-agar itu?
Itu dikarenakan buruknya selera makan malammu, yang cuma 2 sendok. Sangat sedikit menurutku.
Berbeda dengan kebiasaan dirimu, yang walau tak banyak, paling tidak, 5 sendok makan itu pasti, lahap kau nikmati.
Ingatkah juga dirimu, setelah itu? Saat kau menyuruhku untuk pergi tidur, karena malam hampir habis dan sebentar lagi, pagi menjelang.
Masih melekat jugakan diingatanmu, Ma?
Ketika setelah itu, akupun pamit seraya mengecup keningmu, sebelum akhirnya kurebahkan tubuhku di tempat tidurku yang berada persis disisi tempat tidurmu. Seraya tak lupa mengucapkan, "good night and see you tomorrow!"
Seperti biasanya, yang dirimu dan almarhum papa contohkan, sejak kami kecil, setiap malam, sebelum tidur.
Ingatkah dirimu, Ma?
Belum tiga jam aku tertidur, entah apa yang tiba-tiba membangunkanku, sekilas kulihat tabung oksigenmu seperti biasa, hanya memastikan semua, sudah seperti yang seharusnya.
Seketika itu juga kulihat, engkau "pulas" sekali dalam tidurmu hari ini. Selang oksigen pun, terpasang rapih dihidungmu, tidak kulihat rasa sesak ataupun gelisah, justru wajahmu terlihat nyaman sewaktu kupandang.
Tidak seperti yang terjadi beberapa hari terakhir ini, setelah engkau keluar dari rumah sakit. Nikmat sekali, bathinku saat itu.
Lalu, ingatkah dirimu Ma?
Ketika aku dengan sengaja memanggil namamu untuk sarapan, walau sesungguhnya, aku sudah menyadari engkau tidak bereaksi sama sekali, ketika kurapihkan letak oksigenmu.
Bahkan dengan bunyi-bunyian yang sengaja kutimbulkan, sejak awal kuterbangun dari tidurku. Lalu dengan bantuan yang sudah kuupayakan sebisaku saat itu.
Atau mungkinkah, hatiku saja yang belum siap menerima?
Bisakah kau bayangkan, apa yang kurasa pada saat itu, Ma?!
Tahukah dirimu apa yang terjadi padaku, setelah itu?
Banyak sekali cerita, yang ingin kubagi denganmu.
Bisakah kau ingatkan kembali padaku, Ma? Tak ada yang dapat kuingat, selain wajah dan harum tubuhmu dikala tidur "pulasmu" waktu itu.
Aroma harum tubuhmu seperti harumnya bedak bayi favoritku, padahal aku tak memakaikan apapun padamu saat itu, tidak juga dengan sehari sebelumnya.
Lalu wajahmu itu, Ma. Masih tergambar jelas dibenakku, hingga saat ini. Layaknya ekspresi seorang bayi, bersih dan tenang dalam tidurnya. Nyaman sekali, seolah tak ada kesan sakit sedikitpun.
Apalagi jika mengingat, bahwa sebelumnya dirimu adalah seorang penderita stroke, yang sangat tangguh, menjalani versi hidup mandirimu dengan banyak keterbatasan. Selama lebih dari 8 tahun terakhir ini.
Itu semua, seakan tak berbekas sama sekali. Saat kutatap lekat wajahmu, didalam tidurmu kali ini.
Namun detail istimewa yang tak akan pernah kulupa, sepanjang sisa hidupku. Saat doa dan janji, sempat kubisikkan lirih di telingamu, Ma.
Aku sedikit takut, tak dapat mengatakannya padamu, saat kita masih berduaan saja.Sebelum, banyak orang ramai berdatangan. Kau juga ingat itu'kan, Ma?
Dan tahukah dirimu, Ma?
Kenyataannya, setelah kepergianmu hingga hari ini, tiada satu hariku pun terlewat, tanpa mengingatmu. Termasuk dengan janji-ku, untuk tetap baik-baik saja, walau harus tanpamu, disisiku.
Hai Ma, apa kabarmu hari ini?
Pastinya kau sudah tahu, kami belum bisa mengunjungimu, disebabkan kondisi pandemi, yang terjadi sekarang ini.Namun, kau pun pasti, dan selalu paling mengerti, jika doa-doa kami, sudah lebih dulu, menyapamu, sebelum tiba langkah kaki anakmu ini.
Hard to say, "Good Bye!"
Just, "See you in Heaven."
Miss you so badly