Monday, November 9, 2020

TABIR NURAINI

image from Google


Sudah dua purnama di Kampung ini terlihat lengang. Angin yang meniup daun pohon-pohon bambu, jelas terdengar. Wak Samad menghisap rokok dalam-dalam. Biasanya, di lapangan kosong ini, anak-anak kampung sering berkumpul.

Duduk sendirian di bangku panjang, di Saung kecil, Wak Samad melamun. Sesekali matanya melihat ke arah rumah di seberang lapangan yang sangat kusam, dengan semak rumput setinggi pinggang orang dewasa, tanpa ada lampu yang menyala sebagai penerangannya. Terlihat rumah tersebut semakin tidak terawat. Hanya sinar bulan yang meneranginya, walau sebagian tertutup pohon Sawo tua.

Kejadian yang sering dialami warga Kampung akhir-akhir ini, membuat semakin sepi Kampung itu. Memang tidak terlalu ramai, kini selepas Isya biasanya hanya satu-dua orang saja yang lewat, pedagang makanan yang lewat pun sudah tak pernah  mangkal lagi di lapangan Kampung, seperti biasa.

Suatu saat pernah ada yang memesan makanan, saat pedagang hendak mengambil kembali piringnya yang telah selesai dipakai oleh si pemesan dan tergeletak begitu saja di teras rumah yang kotor, terdengar suara perempuan menangis, memilukan. Sambil mengintip lewat jendela rumah yang berkaca buram itu, tiba-tiba sinar lampu di jalan mendadak padam dan terlihat bayangan perempuan bergelayutan di kusen pintu kamar. Pontang panting si pedagang itu berlari sampai jatuh tersandung. Ditinggalkannya gerobak dagangannya, sambil meminta tolong warga yang kebetulan lewat. Saat mengambil kembali gerobak dagangannya, pedagang itu menceritakan kejadian yang dialaminya. Ia tak pernah tahu apa yang terjadi di rumah tersebut. 

****

Rumah itu pernah ditinggali Pak Minto. Beliau adalah warga yang sudah cukup lama menetap di Kampung tersebut. Rumahnya pun diwariskan dari bapaknya. Pak Minto juga sudah dianggap sesepuh di Kampung itu.

Keluarga Pak Minto ini memiliki 2 anak, si sulung, Ramli, yang sudah merantau ke Kota untuk bekerja, dan si bungsu, Nuraini yang saat itu masih sekolah. Memang jarak usia kedua anak mereka yang cukup jauh, banyak manja yang diberikan untuk Nur. Walau kehidupan mereka sederhana, namun apa pun akan mereka penuhi untuk Nur.

"Lepas SMA, kamu lanjut kemana, Nak?" tanya Pak Minto pada anaknya, Nur.

"Ingin jadi perawat, Yah. Biar bisa merawat Ayah dan Emak." jawab Nur.

"Memangnya Ayah sakit?" lanjut Pak Minto, sambil tertawa.

Keluarga itu memang sering terlihat gembira.

Hingga suatu waktu, terlihat beberapa kali Nur pulang sekolah diantar sepeda motor, oleh seorang pria yang terlihat asing di Kampung itu. Dan pria itu langsung pulang tanpa pernah mampir.

Pada saat makan malam, Emak bertanya kepadanya,

"Nur, itu siapa tadi yang menggonceng naik motor?"

"Teman, Mak. Ia kuliah di Kota, sedang skripsi katanya." jelas Nur.

"Hati-hati Nak, kalau berteman. Kamu pun akan menghadapi ujian sekolah... Baiknya belajar untuk itu." sambung Emak.

"Ya Mak." jawab Nur.

Anak ini memang tak pernah membantah, batin Emak.

Hari berganti bulan, semua berjalan seperti biasa. 

****

Kamis sore itu, di depan pagar terlihat Rahma, teman kelas Nur datang mengetuk pintu dan langsung membuka sambil mengucap salam. Rahma memang sudah cukup akrab di rumah itu.

"Mak, Nur lagi sakit?" tanya Rahma.

Sedikit kaget Emak menjawab, "Ndak! Kenapa? Bukannya lagi belajar bersama untuk ujian di sekolah?" tanya Emak.

"Mak ... Nur sudah 4 hari tak sekolah, aku mengira dia lagi sakit.." jelas Rahma.

Mak terdiam, sambil berpikir. Hingga Rahma pamit untuk pulang pun, Emak terlihat bingung dan menjawab seadanya.

Tak lama berselang, Nur pulang sendirian.

Sehabis mandi setelah Magrib emak menghampiri Nur sambil bertanya,

"Nak, tadi temanmu datang. Kau tak sekolah?!"

Nur terdiam lalu sesenggukan dia menangis sambil menjawab pelan,

"Emak ... Maafkan Nur!" sambil memeluk Emak, "Nur minta maaf, Mak!" ucap Nur lagi.

Malam itu tampak sunyi di dalam rumah. Ayah, Emak dan Nur terlihat duduk bersama di meja makan.

"Siapa orang itu, Nur?" tanya Ayah.

Nur masih terdiam, "Nur ..!" seru Ayah.

"Namanya Amsal, Yah. Mengakunya kuliah di Kota." Nur menjawab lirih sambil makin menunduk.

"Ayah akan cari anak itu!" tegas Pak Minto.

****

Sudah 2 bulan berlalu, suasana rumah pun semakin suram, Pak Minto jarang terlihat. Halaman yang biasanya bersih, menjadi seakan tak terurus.

Setiap harinya Pak Minto selalu keluar untuk mencari Amsal. Meninggalkan pekerjaannya. Setiap hari pula, ia pulang selalu nihil.

"Ayah malu Mak. Ayah malu!!" ujar Ayah lirih.

Kandungan Nur pun semakin besar, ujian sekolah ditinggalkan, warga Kampung juga sudah mendengar apa yang dialaminya. Hingga ketika suatu subuh terdengar teriakan histeris Emak,

"Astagfirullah! Nur ... Nuur ... Ayaaah .. Toloooong!!" jerit Emak.

Ayah melompat terbangun dan seketika terlihat sosok bergelantungan di kusen pintu kamar anaknya.

"Nuuur!!!" Ayah berteriak, memeluk lalu tersungkur lemas, nyaris pingsan.

Warga mendadak ramai. Suasana Kampung pun geger pagi itu. 

****

Malam ini, hari ke-10 pemakaman Nur sudah berlalu. Azan Isya baru usai, ketukan suara pagar tedengar, Pak Minto beringsut keluar,

"Cari siapa ya?" tanya Pak Minto

"Tunggu ongkos ojek, Pak! Barusan saya antar anak perempuan Bapak." jawab si Tukang Ojek.

Mendengar itu, Pak Minto pun terdiam, kedua matanya, berkaca-kaca. Ia bertanya,

"Berapa?"

"Lima belas ribu, Pak." sahut si Tukang Ojek

Sambil membayar Pak Minto mengucapkan,

"Ini ongkosnya."

"Terima Kasih Pak!" 

Sambil berlalu, ia bergumam, "Nur kangen rumah."

Diseberang lapangan Wak Samad memperhatikan, kebetulan si Tukang Ojek mampir dan numpang mengaso di Saung itu.

"Darimana, Dek?" tanya Wak Samad.

"Habis nganter anak perempuan, rumah itu." sambil menunjuk, "Anak sekolah kok pulang malam." imbuh si Tukang Ojek.

Wak Samad mengernyitkan dahi.

"Anak sekolah? Perempuan?? Ituu..." Wak Samad tidak jadi melanjutkan kalimatnya malah menyarankan,

"Sebaiknya adek pulang aja." ujar Wak Samad.

Lho, kenapa Pak?" tanya si Tukang Ojek.

"Hmm... Sudahlah, ayo kita pulang saja!" ajak Wak Samad.

Penasaran sambil mendesak si Tukang Ojek itu bertanya lagi,

"Kenapa Pak??"

"Anak perempuannya, belum lama ini meninggal dunia." jawab Wak Samad sambil menatap si Tukang Ojek, menyakinkan.

"Haaah ... Tunggu Pak, kita pulang sama-sama. Saya antar Bapaklah!" bergegas mereka pulang. 

****

Ketika malam beranjak larut, selagi tidur, Emak tiba-tiba terbangun lalu sayup-sayup terdengar suara menangis. Emak kenal betul suara itu, tangisan anak perempuan yang amat disayanginya.

"Emak rindu, Nak!" gumamnya.

Perlahan Bu Minto beranjak bangun dan menuju dapur untuk mengambil air minum. Aroma Ikan Asin Goreng tercium di seantero dapur, Emak duduk di kursi samping kompor sambil minum,

Ikan Asin Goreng memang kesukaanmu Nur, batin Emak.

Sudah lama Emak tak memasak kesukaan Nur. Sambil terus melamun, Emak mengingat anak kesayangannya itu. 

****

Siang itu Ayah menghampiri Emak, nampak serius raut wajah Ayah.

"Mak, sering Ayah mendengar selentingan diluar, banyak cerita Nur mengganggu mereka. Kampung ini jadi bertambah sepi. Ayah ingin mengajak pindah dan menjual rumah ini." jelas Ayah.

Emak sepertinya kurang ikhlas, tapi diam saja sambil mengangguk lalu berkata, 

"Ayah, baiknya kita tinggal di rumah peninggalan orang tuaku saja, sudah lama rumah itu juga tak diurus." saran Emak.

Sebulan kemudian tampak keluarga Pak Minto berangsur pindah. Di pagar rumah tertulis "Rumah Ini Dijual." Wak Samad mengiringi kepindahan mereka sambil berjanji membantu untuk menjualkan rumah tersebut. 

****

Banyak waktu berlalu, rumah itu semakin tak terurus. Cat rumah yang semakin kusam, hanya lampu jalan yang menerangi. Juga banyak kejadian yang masih sering didengarnya, Wak Samad duduk termenung di Saung kecil di lapangan seberang rumah Pak Minto. 

Teringat oleh Wak Samad, suatu kali saat lepas Magrib, nampak sepasang suami istri yang sedang terlihat asyik mengobrol di teras rumah itu; sepertinya ngobrol bertiga. Namun yang kelihatan hanyalah pasangan tersebut. Pasangan itu rupanya tertarik membeli rumah Pak Minto. Wak Samad baru mengetahui, setelah beberapa hari kemudian pasangan itu kembali dan mengetuk pintu yang tak pernah dibuka.

Setelah dihampiri oleh Wak Samad, mereka bercerita tujuannya untuk membeli rumah itu. Walau sedikit heran dengan kondisi rumah itu sekarang. Berbeda jauh saat pertama kali mereka datang, ketika itu rumahnya terlihat rapih dan bersih.

"Kok cepat sekali rumah ini ditumbuhi semak?" tanya salah satu dari pasangan tersebut.

"Saya sudah janji datang lagi kepada anak perempuan yang ngobrol dengan kami waktu itu." sambung mereka.

Wak Samad terdiam. Sambil mengajak pasangan itu untuk beranjak keluar, ia berujar,

"Sebaiknya keinginan Bapak dan Ibu dipertimbangkan lagi, sebetulnya warga disini senang  kalau rumah ini terisi. Hampir 2 tahun kosong. Namun kami tidak ingin menutupi kejadian yang ada." ujar Wak Samad.

Lalu berceritalah Wak Samad kepada pasangan itu, mereka pun terhenyak,

"Jadi ... Perempuan itu??? Mas, ayo kita pulang! Pak, terima kasih, kami pamit!" ujar si Ibu itu.

Kasihan Nur... batin Wak Samad.

****

Hingga di suatu siang Pak Minto berkunjung ke rumah Wak Samad. Nampak kaget dan gembira.

"Apakabar Pak??" Wak Samad membuka pembicaraan.

"Baik.. Kami ingin minta tolong, soal rumah yang kami tinggalkan, tak kunjung laku. Setiap ada yang berminat, Emaknya selalu bermimpi Nur datang menangis. Akhirnya kami sepakat digunakan untuk warga saja. Rencananya akan dibuat Mushola, Wak." jelas Pak Minto.

Wak Samad langsung merespon dengan senang.

"Kalau begitu nanti saya minta warga Kampung untuk kerja bakti membersihkan rumah itu, Pak. Kebetulan disini belum ada Mushola. Nanti warga, saya ajak berembuk untuk mengaturnya. Alhamdulillah! Semoga ini jadi jalan kebaikan bagi kita bersama, terutama untuk Nur .."

"Aamiin!!" sambung Pak Minto.

"Lega rasanya, kami melakukan sesuatu yang diinginkan Almarhumah. Semoga Nur menjadi tenang ya, Wak!" harap Pak Minto.

"Aamiin!"



Jakarta, 31 Oktober 2020.

Kolaborasi cerita horror kelas Nulis & Ngeblog:

01. Ria

http://omahria.blogspot.com/2020/11/tabir-nuraini.html

02. Evi

https://biruisbluish.blogspot.com/2020/11/sampaikan-salam-sayangku-i.html 

03. Iim

https://iimhappypills.blogspot.com/2020/11/misteri-aroma-melati.html

04. Widhi

https://ecchan.wordpress.com/2020/11/10/horror-mencoba-eksis/

05. Idah Ernawati 

https://terpakukilaukata.blogspot.com/2020/11/kembar.html?m=1

06. Anastasia 

https://anastasialovich.blogspot.com/2020/11/pathok.html?m=1

07. Dea

https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/11/jangan-bermain-denganku.html?m=1

08. Imelda

https://imelcraftdiary.blogspot.com/2020/11/cerita-horor-anak-kost.html?m=1

09. Delia

https://deliaswitlof.blogspot.com/2020/11/rumah-no-1.html?m=1

10. Ira Barus

https://menjile.blogspot.com/2020/11/gazebo-bambu-tua.html

11. Mariana

https://cemplungable.blogspot.com/2020/10/penghuni-yang-tak-diundang.html

12. Fatim

https://berbagiidealafatim.blogspot.com/2020/11/rumah-kosong.html



Thursday, October 29, 2020

OUR JOURNEY


Keberanian saat memilih untuk berkomitmen, boleh jadi modal awal. Walau dalam perjalanannya kerapkali kehilangan makna dan tidak lagi jadi sesuatu yang luar biasa.
  
Kekuatan untuk tetap berada dalam sebuah komitmen yang dipilih pun, seiring waktu bukan lagi prestasi yang butuh sebuah piala sebagai bentuk eksistensi.

Konsisten untuk saling mengisi komitmen yang disepakati, tanpa ke-ikhlasan pun layaknya roman picisan. Nikmat diumbar tapi lalai esensi.

Namun, menjalani hidup bersama dengan kejujuran dan saling mengasihi dengan kesungguhan, demi menjemput keberkahan, sudah jadi pelengkap ditiap rute yang dilewati, dan terus hingga ke ujung nanti.

Semoga kasih sayang-NYA senantiasa tercurah disetiap perjalanan hidup kami, Aamiin Ya Rabb!


To Live Life Honesty, To Love Truly!

💝💝

Wednesday, September 23, 2020

A LETTER TO YOU


"Semakin kamu belajar, semakin kamu mengerti, bahwa banyak hal yang belum kamu ketahui"


sumber foto pribadi

Seperti itulah kesan yang kudapat, dari rutinitasku di 20 hari terakhir ini, saat mengikuti kelas online "Menulis dan Ngeblog Itu Asyik, Batch 2", asuhan Kak Raihana Mahmud dan Ce Maria Magdalena, di aplikasi whatsapp grup.

Selain beberapa teman lama dari batch 1, di waktu yang lalu. Bertemu banyak teman baru, dengan latar belakang profesi yang sudah tentu beragam, hingga ke lintas generasi, di dalam satu grup online. Sungguh, jadi pengalaman tersendiri dan berkesan pula. 

Ternyata, cukup berangkat dari satu minat yang sama, untuk menggali potensi diri dan keberanian serta tetap konsisten menulis, di blog masing-masing ini. Bukan sekedar menyelesaikan tugas menulis yang diberikan saja, bahkan mampu melecut semangat untuk saling support, demi kemajuan blog kami bersama.
Pada akhirnya semangat ini pula yang seringkali melahirkan banyak tema segar untuk ditulis. Sesederhana itu saja.

Tugas menulis tentang pesan di akhir kelas sebagai bahan evaluasi mentor, rasanya kok masih sama, seperti yang sudah-sudah, bukan tema yang menarik buatku. Selain bingung mau menulis isi pesan seperti apa. Mungkin kembali saja kepada kesan diatas, semakin banyak yang kupelajari, semakin aku mengerti, kalau banyak hal yang belum kuketahui.
Atas dasar itu pulalah, aku berharap kedepannya nanti, masih dapat berdiskusi dengan para mentorku ini. Setiap saat, di setiap waktu dengan seluas-luasnya ilmu, termasuk koreksi membangun dari mereka, di tiap postingan dalam blogku. 



Regards,

❤️❤️



SPIRIT AND SOUL

Berangkat dari grup WA CACv, "Crafters Against Coronavirus" yang ber-anggota-kan para gadis murah hati dengan tujuan donasi masker kain, hasil karya tangan sendiri, lahirlah WAG "Nulis dan Ngeblog itu Asyik". Proyek kecil, cara kami mengisi waktu, akibat peraturan lock down ala Indonesia tercinta! 

Grup WA yang digawangi oleh cece Maria Magdalena bertujuan mulia dengan berbagi ilmu secara gratis, cara membuat blog, tips dan trik menggunakannya.
(Terima kasih ceMar, akhirnya blog kosong dan berdebu sejak 2009 milikku, bersih dan berisi. Thanks to you!).
Dan yang tak kalah menariknya yaitu ilmu menulis yang benar tanpa harus takut salah dan malu, oleh kak Raihana Mahmud atau biasa kami sapa dengam kak Irai.


Ditugas yang ke 5 ini, para anggota grup diminta oleh kak Irai untuk menuliskan kesan dan pesan, selama belajar. Buatku pribadi, saat awal membaca tugas tersebut, kok jadi terasa seperti, saying goodbye ya?
Nah loh, kenapa tiba-tiba aku jadi baper? Sementara, setiap kali tugas digelontorkan oleh kak Irai, disetiap harinya juga yang kurasa cuma bingung, harus mulai darimana mengerjakannya. 

Kenyataannya, 2 minggu sejak grup belajar ini dibentuk, tanpa disadari, menimbulkan perasaan, takut kehilangan. Walau hampir setiap harinya, aku harus manjat chat WAG, jika terlambat sedikit saja membuka handphone. Bertubi-tubi deadline tugas, kurang dari 24 jam, yang membuatku dan mungkin juga sebagian anggota grup, kalang kabut dan bingung hingga terpaksa blogwalking, demi mendapatkan ide untuk mulai menulis.

Namun salah satu pesan kak Irai yang kuingat, diawal pertemuan proses belajar kami,  

"Menulis itu mencegah kita dari lupa. 
Menulis juga akan meninggalkan jejak kehidupan kita pada generasi berikutnya."

Ditambahkan juga oleh kak Irai, quote menarik tentang itu dari Imam Ghazali, 

Jika kau bukan anak raja, dan bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Menarik, bukan?! 😍

Pesanku buat kedua mentorku ini, (dengan tak habis-habisnya diliputi rasa syukur kepada-Nya, boleh ditakdirkan bertemu dengan mereka berdua, Alhamdilillah!) 
"tetaplah semangat berbagi ilmu dan koreksi kepada kami tanpa pamrih dan dengan deadline tugas yang sedikit lebih panjang". 😊

Selain daripada itu, tak lupa tentunya, iringan doa terbaik, agar mereka berdua tetap diberi kesehatan oleh Allah SWT, sehingga dapat terus berbagi hal-hal baik kepada siapa saja yang membutuhkannya, Aamiin! 


Keep In Touch! 


❤️❤️

FIRST OF JULY


Reminder:
ketika sedang lelah dengan deadline orderan dimasa pandemic seperti saat ini, kiat Kilas Balik seperti ini seringkali ampuh sebagai terapy me-reboot semangat pantang menyerah

Masker Non Medis

Pouch Triple Restleting
    
Berawal mula dari ketertarikan pada model simple pouch inilah, aku mulai serius menyukai dunia Crafting.

Dunia"Me Time" kusebutnya sekarang.

Dunia yang kurasa beruntung bisa terjun bebas kedalamnya. Hanya didasari oleh minat yang sama, dapat berjumpa dan berinteraksi dengan  banyak teman baru dari berbagai latar belakang ilmu dan profesi yang berbeda, melihat dan menyadari luasnya dunia kreatif ini meng-explore dirinya sendiri.
Terutama yang paling menarik kemurahan hati dan kesabaran sebagian besar dari mereka untuk berbagi pengetahuannya tanpa khawatir sedikit pun akan tersaingi.

semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda, Aamiin!! 

TABIR NURAINI

image from Google Sudah dua purnama di Kampung ini terlihat lengang. Angin yang meniup daun pohon-pohon bambu, jelas terdengar. Wak Samad me...