Monday, November 9, 2020

TABIR NURAINI

image from Google


Sudah dua purnama di Kampung ini terlihat lengang. Angin yang meniup daun pohon-pohon bambu, jelas terdengar. Wak Samad menghisap rokok dalam-dalam. Biasanya, di lapangan kosong ini, anak-anak kampung sering berkumpul.

Duduk sendirian di bangku panjang, di Saung kecil, Wak Samad melamun. Sesekali matanya melihat ke arah rumah di seberang lapangan yang sangat kusam, dengan semak rumput setinggi pinggang orang dewasa, tanpa ada lampu yang menyala sebagai penerangannya. Terlihat rumah tersebut semakin tidak terawat. Hanya sinar bulan yang meneranginya, walau sebagian tertutup pohon Sawo tua.

Kejadian yang sering dialami warga Kampung akhir-akhir ini, membuat semakin sepi Kampung itu. Memang tidak terlalu ramai, kini selepas Isya biasanya hanya satu-dua orang saja yang lewat, pedagang makanan yang lewat pun sudah tak pernah  mangkal lagi di lapangan Kampung, seperti biasa.

Suatu saat pernah ada yang memesan makanan, saat pedagang hendak mengambil kembali piringnya yang telah selesai dipakai oleh si pemesan dan tergeletak begitu saja di teras rumah yang kotor, terdengar suara perempuan menangis, memilukan. Sambil mengintip lewat jendela rumah yang berkaca buram itu, tiba-tiba sinar lampu di jalan mendadak padam dan terlihat bayangan perempuan bergelayutan di kusen pintu kamar. Pontang panting si pedagang itu berlari sampai jatuh tersandung. Ditinggalkannya gerobak dagangannya, sambil meminta tolong warga yang kebetulan lewat. Saat mengambil kembali gerobak dagangannya, pedagang itu menceritakan kejadian yang dialaminya. Ia tak pernah tahu apa yang terjadi di rumah tersebut. 

****

Rumah itu pernah ditinggali Pak Minto. Beliau adalah warga yang sudah cukup lama menetap di Kampung tersebut. Rumahnya pun diwariskan dari bapaknya. Pak Minto juga sudah dianggap sesepuh di Kampung itu.

Keluarga Pak Minto ini memiliki 2 anak, si sulung, Ramli, yang sudah merantau ke Kota untuk bekerja, dan si bungsu, Nuraini yang saat itu masih sekolah. Memang jarak usia kedua anak mereka yang cukup jauh, banyak manja yang diberikan untuk Nur. Walau kehidupan mereka sederhana, namun apa pun akan mereka penuhi untuk Nur.

"Lepas SMA, kamu lanjut kemana, Nak?" tanya Pak Minto pada anaknya, Nur.

"Ingin jadi perawat, Yah. Biar bisa merawat Ayah dan Emak." jawab Nur.

"Memangnya Ayah sakit?" lanjut Pak Minto, sambil tertawa.

Keluarga itu memang sering terlihat gembira.

Hingga suatu waktu, terlihat beberapa kali Nur pulang sekolah diantar sepeda motor, oleh seorang pria yang terlihat asing di Kampung itu. Dan pria itu langsung pulang tanpa pernah mampir.

Pada saat makan malam, Emak bertanya kepadanya,

"Nur, itu siapa tadi yang menggonceng naik motor?"

"Teman, Mak. Ia kuliah di Kota, sedang skripsi katanya." jelas Nur.

"Hati-hati Nak, kalau berteman. Kamu pun akan menghadapi ujian sekolah... Baiknya belajar untuk itu." sambung Emak.

"Ya Mak." jawab Nur.

Anak ini memang tak pernah membantah, batin Emak.

Hari berganti bulan, semua berjalan seperti biasa. 

****

Kamis sore itu, di depan pagar terlihat Rahma, teman kelas Nur datang mengetuk pintu dan langsung membuka sambil mengucap salam. Rahma memang sudah cukup akrab di rumah itu.

"Mak, Nur lagi sakit?" tanya Rahma.

Sedikit kaget Emak menjawab, "Ndak! Kenapa? Bukannya lagi belajar bersama untuk ujian di sekolah?" tanya Emak.

"Mak ... Nur sudah 4 hari tak sekolah, aku mengira dia lagi sakit.." jelas Rahma.

Mak terdiam, sambil berpikir. Hingga Rahma pamit untuk pulang pun, Emak terlihat bingung dan menjawab seadanya.

Tak lama berselang, Nur pulang sendirian.

Sehabis mandi setelah Magrib emak menghampiri Nur sambil bertanya,

"Nak, tadi temanmu datang. Kau tak sekolah?!"

Nur terdiam lalu sesenggukan dia menangis sambil menjawab pelan,

"Emak ... Maafkan Nur!" sambil memeluk Emak, "Nur minta maaf, Mak!" ucap Nur lagi.

Malam itu tampak sunyi di dalam rumah. Ayah, Emak dan Nur terlihat duduk bersama di meja makan.

"Siapa orang itu, Nur?" tanya Ayah.

Nur masih terdiam, "Nur ..!" seru Ayah.

"Namanya Amsal, Yah. Mengakunya kuliah di Kota." Nur menjawab lirih sambil makin menunduk.

"Ayah akan cari anak itu!" tegas Pak Minto.

****

Sudah 2 bulan berlalu, suasana rumah pun semakin suram, Pak Minto jarang terlihat. Halaman yang biasanya bersih, menjadi seakan tak terurus.

Setiap harinya Pak Minto selalu keluar untuk mencari Amsal. Meninggalkan pekerjaannya. Setiap hari pula, ia pulang selalu nihil.

"Ayah malu Mak. Ayah malu!!" ujar Ayah lirih.

Kandungan Nur pun semakin besar, ujian sekolah ditinggalkan, warga Kampung juga sudah mendengar apa yang dialaminya. Hingga ketika suatu subuh terdengar teriakan histeris Emak,

"Astagfirullah! Nur ... Nuur ... Ayaaah .. Toloooong!!" jerit Emak.

Ayah melompat terbangun dan seketika terlihat sosok bergelantungan di kusen pintu kamar anaknya.

"Nuuur!!!" Ayah berteriak, memeluk lalu tersungkur lemas, nyaris pingsan.

Warga mendadak ramai. Suasana Kampung pun geger pagi itu. 

****

Malam ini, hari ke-10 pemakaman Nur sudah berlalu. Azan Isya baru usai, ketukan suara pagar tedengar, Pak Minto beringsut keluar,

"Cari siapa ya?" tanya Pak Minto

"Tunggu ongkos ojek, Pak! Barusan saya antar anak perempuan Bapak." jawab si Tukang Ojek.

Mendengar itu, Pak Minto pun terdiam, kedua matanya, berkaca-kaca. Ia bertanya,

"Berapa?"

"Lima belas ribu, Pak." sahut si Tukang Ojek

Sambil membayar Pak Minto mengucapkan,

"Ini ongkosnya."

"Terima Kasih Pak!" 

Sambil berlalu, ia bergumam, "Nur kangen rumah."

Diseberang lapangan Wak Samad memperhatikan, kebetulan si Tukang Ojek mampir dan numpang mengaso di Saung itu.

"Darimana, Dek?" tanya Wak Samad.

"Habis nganter anak perempuan, rumah itu." sambil menunjuk, "Anak sekolah kok pulang malam." imbuh si Tukang Ojek.

Wak Samad mengernyitkan dahi.

"Anak sekolah? Perempuan?? Ituu..." Wak Samad tidak jadi melanjutkan kalimatnya malah menyarankan,

"Sebaiknya adek pulang aja." ujar Wak Samad.

Lho, kenapa Pak?" tanya si Tukang Ojek.

"Hmm... Sudahlah, ayo kita pulang saja!" ajak Wak Samad.

Penasaran sambil mendesak si Tukang Ojek itu bertanya lagi,

"Kenapa Pak??"

"Anak perempuannya, belum lama ini meninggal dunia." jawab Wak Samad sambil menatap si Tukang Ojek, menyakinkan.

"Haaah ... Tunggu Pak, kita pulang sama-sama. Saya antar Bapaklah!" bergegas mereka pulang. 

****

Ketika malam beranjak larut, selagi tidur, Emak tiba-tiba terbangun lalu sayup-sayup terdengar suara menangis. Emak kenal betul suara itu, tangisan anak perempuan yang amat disayanginya.

"Emak rindu, Nak!" gumamnya.

Perlahan Bu Minto beranjak bangun dan menuju dapur untuk mengambil air minum. Aroma Ikan Asin Goreng tercium di seantero dapur, Emak duduk di kursi samping kompor sambil minum,

Ikan Asin Goreng memang kesukaanmu Nur, batin Emak.

Sudah lama Emak tak memasak kesukaan Nur. Sambil terus melamun, Emak mengingat anak kesayangannya itu. 

****

Siang itu Ayah menghampiri Emak, nampak serius raut wajah Ayah.

"Mak, sering Ayah mendengar selentingan diluar, banyak cerita Nur mengganggu mereka. Kampung ini jadi bertambah sepi. Ayah ingin mengajak pindah dan menjual rumah ini." jelas Ayah.

Emak sepertinya kurang ikhlas, tapi diam saja sambil mengangguk lalu berkata, 

"Ayah, baiknya kita tinggal di rumah peninggalan orang tuaku saja, sudah lama rumah itu juga tak diurus." saran Emak.

Sebulan kemudian tampak keluarga Pak Minto berangsur pindah. Di pagar rumah tertulis "Rumah Ini Dijual." Wak Samad mengiringi kepindahan mereka sambil berjanji membantu untuk menjualkan rumah tersebut. 

****

Banyak waktu berlalu, rumah itu semakin tak terurus. Cat rumah yang semakin kusam, hanya lampu jalan yang menerangi. Juga banyak kejadian yang masih sering didengarnya, Wak Samad duduk termenung di Saung kecil di lapangan seberang rumah Pak Minto. 

Teringat oleh Wak Samad, suatu kali saat lepas Magrib, nampak sepasang suami istri yang sedang terlihat asyik mengobrol di teras rumah itu; sepertinya ngobrol bertiga. Namun yang kelihatan hanyalah pasangan tersebut. Pasangan itu rupanya tertarik membeli rumah Pak Minto. Wak Samad baru mengetahui, setelah beberapa hari kemudian pasangan itu kembali dan mengetuk pintu yang tak pernah dibuka.

Setelah dihampiri oleh Wak Samad, mereka bercerita tujuannya untuk membeli rumah itu. Walau sedikit heran dengan kondisi rumah itu sekarang. Berbeda jauh saat pertama kali mereka datang, ketika itu rumahnya terlihat rapih dan bersih.

"Kok cepat sekali rumah ini ditumbuhi semak?" tanya salah satu dari pasangan tersebut.

"Saya sudah janji datang lagi kepada anak perempuan yang ngobrol dengan kami waktu itu." sambung mereka.

Wak Samad terdiam. Sambil mengajak pasangan itu untuk beranjak keluar, ia berujar,

"Sebaiknya keinginan Bapak dan Ibu dipertimbangkan lagi, sebetulnya warga disini senang  kalau rumah ini terisi. Hampir 2 tahun kosong. Namun kami tidak ingin menutupi kejadian yang ada." ujar Wak Samad.

Lalu berceritalah Wak Samad kepada pasangan itu, mereka pun terhenyak,

"Jadi ... Perempuan itu??? Mas, ayo kita pulang! Pak, terima kasih, kami pamit!" ujar si Ibu itu.

Kasihan Nur... batin Wak Samad.

****

Hingga di suatu siang Pak Minto berkunjung ke rumah Wak Samad. Nampak kaget dan gembira.

"Apakabar Pak??" Wak Samad membuka pembicaraan.

"Baik.. Kami ingin minta tolong, soal rumah yang kami tinggalkan, tak kunjung laku. Setiap ada yang berminat, Emaknya selalu bermimpi Nur datang menangis. Akhirnya kami sepakat digunakan untuk warga saja. Rencananya akan dibuat Mushola, Wak." jelas Pak Minto.

Wak Samad langsung merespon dengan senang.

"Kalau begitu nanti saya minta warga Kampung untuk kerja bakti membersihkan rumah itu, Pak. Kebetulan disini belum ada Mushola. Nanti warga, saya ajak berembuk untuk mengaturnya. Alhamdulillah! Semoga ini jadi jalan kebaikan bagi kita bersama, terutama untuk Nur .."

"Aamiin!!" sambung Pak Minto.

"Lega rasanya, kami melakukan sesuatu yang diinginkan Almarhumah. Semoga Nur menjadi tenang ya, Wak!" harap Pak Minto.

"Aamiin!"



Jakarta, 31 Oktober 2020.

Kolaborasi cerita horror kelas Nulis & Ngeblog:

01. Ria

http://omahria.blogspot.com/2020/11/tabir-nuraini.html

02. Evi

https://biruisbluish.blogspot.com/2020/11/sampaikan-salam-sayangku-i.html 

03. Iim

https://iimhappypills.blogspot.com/2020/11/misteri-aroma-melati.html

04. Widhi

https://ecchan.wordpress.com/2020/11/10/horror-mencoba-eksis/

05. Idah Ernawati 

https://terpakukilaukata.blogspot.com/2020/11/kembar.html?m=1

06. Anastasia 

https://anastasialovich.blogspot.com/2020/11/pathok.html?m=1

07. Dea

https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/11/jangan-bermain-denganku.html?m=1

08. Imelda

https://imelcraftdiary.blogspot.com/2020/11/cerita-horor-anak-kost.html?m=1

09. Delia

https://deliaswitlof.blogspot.com/2020/11/rumah-no-1.html?m=1

10. Ira Barus

https://menjile.blogspot.com/2020/11/gazebo-bambu-tua.html

11. Mariana

https://cemplungable.blogspot.com/2020/10/penghuni-yang-tak-diundang.html

12. Fatim

https://berbagiidealafatim.blogspot.com/2020/11/rumah-kosong.html



Thursday, October 29, 2020

OUR JOURNEY


Keberanian saat memilih untuk berkomitmen, boleh jadi modal awal. Walau dalam perjalanannya kerapkali kehilangan makna dan tidak lagi jadi sesuatu yang luar biasa.
  
Kekuatan untuk tetap berada dalam sebuah komitmen yang dipilih pun, seiring waktu bukan lagi prestasi yang butuh sebuah piala sebagai bentuk eksistensi.

Konsisten untuk saling mengisi komitmen yang disepakati, tanpa ke-ikhlasan pun layaknya roman picisan. Nikmat diumbar tapi lalai esensi.

Namun, menjalani hidup bersama dengan kejujuran dan saling mengasihi dengan kesungguhan, demi menjemput keberkahan, sudah jadi pelengkap ditiap rute yang dilewati, dan terus hingga ke ujung nanti.

Semoga kasih sayang-NYA senantiasa tercurah disetiap perjalanan hidup kami, Aamiin Ya Rabb!


To Live Life Honesty, To Love Truly!

💝💝

Wednesday, September 23, 2020

A LETTER TO YOU


"Semakin kamu belajar, semakin kamu mengerti, bahwa banyak hal yang belum kamu ketahui"


sumber foto pribadi

Seperti itulah kesan yang kudapat, dari rutinitasku di 20 hari terakhir ini, saat mengikuti kelas online "Menulis dan Ngeblog Itu Asyik, Batch 2", asuhan Kak Raihana Mahmud dan Ce Maria Magdalena, di aplikasi whatsapp grup.

Selain beberapa teman lama dari batch 1, di waktu yang lalu. Bertemu banyak teman baru, dengan latar belakang profesi yang sudah tentu beragam, hingga ke lintas generasi, di dalam satu grup online. Sungguh, jadi pengalaman tersendiri dan berkesan pula. 

Ternyata, cukup berangkat dari satu minat yang sama, untuk menggali potensi diri dan keberanian serta tetap konsisten menulis, di blog masing-masing ini. Bukan sekedar menyelesaikan tugas menulis yang diberikan saja, bahkan mampu melecut semangat untuk saling support, demi kemajuan blog kami bersama.
Pada akhirnya semangat ini pula yang seringkali melahirkan banyak tema segar untuk ditulis. Sesederhana itu saja.

Tugas menulis tentang pesan di akhir kelas sebagai bahan evaluasi mentor, rasanya kok masih sama, seperti yang sudah-sudah, bukan tema yang menarik buatku. Selain bingung mau menulis isi pesan seperti apa. Mungkin kembali saja kepada kesan diatas, semakin banyak yang kupelajari, semakin aku mengerti, kalau banyak hal yang belum kuketahui.
Atas dasar itu pulalah, aku berharap kedepannya nanti, masih dapat berdiskusi dengan para mentorku ini. Setiap saat, di setiap waktu dengan seluas-luasnya ilmu, termasuk koreksi membangun dari mereka, di tiap postingan dalam blogku. 



Regards,

❤️❤️



SPIRIT AND SOUL

Berangkat dari grup WA CACv, "Crafters Against Coronavirus" yang ber-anggota-kan para gadis murah hati dengan tujuan donasi masker kain, hasil karya tangan sendiri, lahirlah WAG "Nulis dan Ngeblog itu Asyik". Proyek kecil, cara kami mengisi waktu, akibat peraturan lock down ala Indonesia tercinta! 

Grup WA yang digawangi oleh cece Maria Magdalena bertujuan mulia dengan berbagi ilmu secara gratis, cara membuat blog, tips dan trik menggunakannya.
(Terima kasih ceMar, akhirnya blog kosong dan berdebu sejak 2009 milikku, bersih dan berisi. Thanks to you!).
Dan yang tak kalah menariknya yaitu ilmu menulis yang benar tanpa harus takut salah dan malu, oleh kak Raihana Mahmud atau biasa kami sapa dengam kak Irai.


Ditugas yang ke 5 ini, para anggota grup diminta oleh kak Irai untuk menuliskan kesan dan pesan, selama belajar. Buatku pribadi, saat awal membaca tugas tersebut, kok jadi terasa seperti, saying goodbye ya?
Nah loh, kenapa tiba-tiba aku jadi baper? Sementara, setiap kali tugas digelontorkan oleh kak Irai, disetiap harinya juga yang kurasa cuma bingung, harus mulai darimana mengerjakannya. 

Kenyataannya, 2 minggu sejak grup belajar ini dibentuk, tanpa disadari, menimbulkan perasaan, takut kehilangan. Walau hampir setiap harinya, aku harus manjat chat WAG, jika terlambat sedikit saja membuka handphone. Bertubi-tubi deadline tugas, kurang dari 24 jam, yang membuatku dan mungkin juga sebagian anggota grup, kalang kabut dan bingung hingga terpaksa blogwalking, demi mendapatkan ide untuk mulai menulis.

Namun salah satu pesan kak Irai yang kuingat, diawal pertemuan proses belajar kami,  

"Menulis itu mencegah kita dari lupa. 
Menulis juga akan meninggalkan jejak kehidupan kita pada generasi berikutnya."

Ditambahkan juga oleh kak Irai, quote menarik tentang itu dari Imam Ghazali, 

Jika kau bukan anak raja, dan bukan anak ulama besar, maka menulislah.

Menarik, bukan?! 😍

Pesanku buat kedua mentorku ini, (dengan tak habis-habisnya diliputi rasa syukur kepada-Nya, boleh ditakdirkan bertemu dengan mereka berdua, Alhamdilillah!) 
"tetaplah semangat berbagi ilmu dan koreksi kepada kami tanpa pamrih dan dengan deadline tugas yang sedikit lebih panjang". 😊

Selain daripada itu, tak lupa tentunya, iringan doa terbaik, agar mereka berdua tetap diberi kesehatan oleh Allah SWT, sehingga dapat terus berbagi hal-hal baik kepada siapa saja yang membutuhkannya, Aamiin! 


Keep In Touch! 


❤️❤️

FIRST OF JULY


Reminder:
ketika sedang lelah dengan deadline orderan dimasa pandemic seperti saat ini, kiat Kilas Balik seperti ini seringkali ampuh sebagai terapy me-reboot semangat pantang menyerah

Masker Non Medis

Pouch Triple Restleting
    
Berawal mula dari ketertarikan pada model simple pouch inilah, aku mulai serius menyukai dunia Crafting.

Dunia"Me Time" kusebutnya sekarang.

Dunia yang kurasa beruntung bisa terjun bebas kedalamnya. Hanya didasari oleh minat yang sama, dapat berjumpa dan berinteraksi dengan  banyak teman baru dari berbagai latar belakang ilmu dan profesi yang berbeda, melihat dan menyadari luasnya dunia kreatif ini meng-explore dirinya sendiri.
Terutama yang paling menarik kemurahan hati dan kesabaran sebagian besar dari mereka untuk berbagi pengetahuannya tanpa khawatir sedikit pun akan tersaingi.

semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda, Aamiin!! 

NALURI

"Ternyata aku biasa menulis", menjadi tema besar, yang digelontorkan kepada kami, menandai tugas awal proyek bersama, one day, one post, kali ini. Entah mengapa, isi kepala ini menangkap pesan lain "yang tidak biasa", sehabis membaca tema tugas tersebut. Yang menarik, justru bukan pada ulasan teknik atau gaya penulisan maupun media yang dipakai penulis, seperti yang umum terjadi dan seringkali kita lihat di media sosial seperti FB, IG, WA, dll. Akan tetapi, secara pribadi, aku melihat tema yang disuguhkan kali ini, seolah pola baru, dari  gaya edukasi sang mentor, secara tidak langsung, yaitu dengan menggugah rasa percaya diri, sekaligus menggiring kami, kearah tindakan nyata, untuk berani, tanpa ragu, apalagi sampai merasa buntu. Setiap kali memulai suatu karya tulis.


Sumber Pribadi


Pemikiran subyektif? Iya, mungkin saja benar. Karena memang, belum ada proses riset di dalam tulisan ini, bahkan menanyakan, tujuan dari tema tugas kali ini, kepada sang mentor secara langsung pun, belum kulakukan. Sepatutnya, seorang penulis itu mengumpulkan bahan, ide dan data, sebelum ia menggoreskan pena.

Disini pun, aku hanya sedang menjabarkan insting,, yang terlintas dengan spontan. Berlatih mengemasnya dari ide sederhana, menjadi sebuah narasi yang apik. Meskipun masih sangat minim, dasar-dasar ilmu kepenulisan yang kumiliki, tetapi aku tetap berusaha menikmati prosesnya, lewat motivasi yang selalu digaungkan sang mentor, kak Irai. Hingga saatnya nanti, aku mampu melahirkan karya tulis kreatif, yang unik dan inspiratif bagi pembacanya.


Stay Healthy and Be Happy ❤️



PLATONIK

Tugas ke 3 dari kelas menulisku kali ini, mengenai review buku yang pernah dibaca. Menjadi tantangan tersendiri buatku, ketika tak satupun buku pernah benar-benar "selesai" kubaca, selain daripada diktat pola dari kursus menjahit yang pernah kuikuti dulu, yang saat inipun hampir tidak pernah kusentuh lagi. 
Dan buku-buku saku karya Khalil Gibran. Yang dulu sempat menjadi tempat pelarianku dari penatnya ilmu kampus.  

Awal ketertarikanku dengan sosok Khalil Gibran, (yang kemudian mengganti ejaan namanya dengan, Kahlil Gibran), saat duduk dibangku SMA. Kutengok, seorang sahabat sedang menulis salah satu karya beliau, disampul buku tulisnya. 

"... ketika cinta memanggilmu, datanglah walau jalannya terjal dan berliku ..."

Sejak itulah, rasa ingin tahuku muncul  terhadap sosok sastrawan Arab, kelahiran Lebanon, 6 Januari 1883, yang diusia remaja, bersama ibunya migrasi ke Boston, Amerika Serikat dan kembali ke Lebanon untuk mempelajari sastra Arab. Lalu memperluas pandangan sastra dan belajar melukis di Paris, sebelum menetap di New York dan mendirikan studio "Pertapaan".

Sejak 1905, karya-karyanya terbit dan menarik perhatian, terutama yang berjudul Sang Nabi (telah terbit dalam 20 bahasa). Buku yang mengungkapkan kesalahan penilaian penulis terhadap dirinya sendiri hingga menimbulkan kegetiran jiwa.

Buku-bukunya yang terkenal selain Sang Nabi seperti Pasir dan Buih, Sayap-Sayap Patah, Suara Sang Guru, Potret Diri, dan lain-lain. Buku yang bagi beberapa orang, mungkin, sulit dicerna, sehingga ketika membacanya, banyak dahi akan berkerut. Tapi dari kacamataku, beliau sedang menerjemahkan, visual disekitarnya kedalam tulisan, dengan gaya pengucapan yang lebih artistik.
Ini semua tentunya, amat dipengaruhi oleh, latar belakang keakrabannya pada alam pegunungan, di tanah kelahirannya.

Dan yang tidak kalah menarik juga populer, adalah kisah cinta platonik-nya dengan sastrawati cerdas, sekaligus kritikus Arab, asal Lebanon, Mary Ziadah.
Kisah cinta jarak jauh, melalui surat menyurat, selama 20 tahun, tanpa pernah sekalipun bertemu muka. Gibran di New York dan Mary menetap serta mengembangkan bakatnya di Kairo, kota yang pada saat itu merupakan pusat perkembangan sastra Arab.

Mary yang kemudian lebih populer dengan nama May Ziadah, atau oleh Gibran sering juga dipanggil Mariam, dalam isi surat menyurat mereka. Seperti tertuang didalam buku Surat-Surat Cinta kepada May Ziadah.

Surat yang berawal dari tulisan resensi dan sorotan sastra karya keduanya di tahun 1911, serta diskusi terhadap artikel reguler May, diharian dan majalah terkemuka Arab saat itu, berubah menjadi menjadi surat cinta yang semakin mendalam.

Selain fakta menarik dari buku Surat-Surat Cinta kepada May Ziadah ini, Gibran juga mengungkapkan secara filosofis kepada May, siapa sebenarnya tokoh "Sang Nabi" dalam bukunya yang berjudul Sang Nabi, dan alasan ia menggunakan judul Sayap-Sayap Patah, untuk buku biografisnya tentang tragedi percintaan.

Semoga review ini bermanfaat, agar kita mampu melihat, apapun yang  terjadi disekitar kita, tidak harus seperti keinginan kita semata. Semua kembali kepada fitrah, keIlahian, moral dan kebenaran universal.


Keep Smile


☺️☺️


#tugas3

OMAH


Omah, yang dlm bahasa Jawa artinya Rumah, tentu bukan hal baru ditelinga sebagian masyarakat kita.
Kerapkali terdengar dan terasa biasa.
Tapi cuma itu yang terlintas seharian ini dipikiranku, demi mengejar due date tugas pertama dari sang guru.

Mungkin klise kedengarannya, tapi bukankah banyak perspektif (hmm,, tambah rumit ni istilah) berawal dari pola terapan dalam rumah,
Termasuk dalam diri tiap-tiap penghuninya?!

Bagaimana menurutmu, teman? 😉

ELEGI MASKER LORO BLONYO

Namanya cita-cita umumnya diawali oleh Niat, jadi wajar jika setinggi langit. Contohnya aku yang niatnya lumayan banyak. niat konsisten nulis blog, maunya nambah blog, pengennya hias blog, harus bisa rubah font, dll, dst, dsbnya
Tapiiii ... saat tugas pertama muncul di WAG Nulis dan Ngeblog itu Asyik dari mba Irai, seketika itu setrika'an dimeja bisa diem loh,,, gantian aku-nya yg mondar mandir, bingung, sok mikir demi menemukan ide harta karun untuk ditulis.

Nyambi ngerjain tugas rumah dan order jahitan, kelanjutan perihal tugas nulis malah memunculkan pertanyaan klasik (sesama anggota WAG mesti paham to the max).
Nulis apa'an ya?!  Fotonya apa'an nih?!  Apa bikin foto sendiri aja ya?!
Terus aja begitu tapi nggak mulai mulai.
Sepertinya bohlam di kepala sedang 5,5watt (knp mesti pake 0,5 segala sih, jd mirip nasi di warung sebelah ?!).
Padahal temanya sudah dikasi bebas lepas, isinya tentang hal menarik, yg terjadi hari ini. 
Laaaah,,, yg menarik dan berbeda hari ini ya cuma dapet tugas nulis trus aku muter muteer ajaa dalam Omah, tetap bingung mulainya tugas ini harus darimana. Ya udah gitu aja seharian dari kemarin sampe ke subuh hari ini.


Masterpiece Collection
Masterpiece Collection

Dan ujungnya,, tibalah due date tugas nulis pertama, akupun memantapkan niat (niat maning, niat maning..), jiwa dan raga untuk menetapkan tema serta memajang foto produk yangg kusebut Masterpiece, biar kedengarannya seperti designer kondang yang motif maskernya di awal masa pandemik sempet 'boom', mirip miriplah motif wayang nya, dikit doaaang, tau donk pastinya.. hehehe .. 
kusebut Masterpiece karena dibuat dari perca Batik, hasil mulung dibutik usaha sepupuku, beberapa saat lalu sebelum pandemi ditambah ornamen mainstream yang ada dirumah dan menurutku cocok dengan tema yang diusung si Masker,  LoroBlonyo


Masker LoroBlonyo
Masker LoroBlonyo

Mohon jangan ditanya lebih jauh  filosofi Jawa-nya ya, contekannya sedang keselip.
Selain itu, karena aku terlahir dari rahim wanita Jawa dengan ayah asal pulau Timor, jadi wajar dong ilmu blasterannya stengah mateng, namun menyehatkan!!

Semangaat !!! 

#nulis&ngeblogituasyik
#tugas1

Wednesday, September 16, 2020

LEGAWA

sumber: Google


Jam 9.05 ... Pak Don sedang menjelaskan pelajaran sejarah, aku pun asyik mendengarkan. Walau beberapa teman ada yang mengobrol dan kerapkali harus ditegur oleh Pak Don.

Aku sendiri, kurang berminat dengan pelajaran itu tapi karena nilaiku kurang bagus, kucoba menyimak penjelasannya.

Tiba-tiba pintu kelas diketuk. Setelah meminta izin ke Pak Don, Bu Ester, adiministrasi sekolah, mendekat ke mejaku.

"Paka, jam istirahat ditunggu kepala sekolah, di kantor." ujar Bu Ester sambil menatapku.

"Ya Bu... " jawabku pelan.

Waduh ... pasti SPP lagi, batinku.

Ini sudah kedua kalinya, aku dipanggil beliau, lanjutku dalam hati, seraya menunduk.

Widya menoleh ke arahku, pandangannya seakan menghiburku.

Isin aku karo kowe, batinku lagi.

Teman perempuan sekelasku ini seringkali menyemangatiku. Entah mengapa, perhatiannya begitu besar padaku, diam-diam aku pun naksir.

Sementara sibuk dengan lamunanku, bel berbunyi, tanda waktu istirahat sekolah tiba. Aku beranjak dari kursiku. Ketika melewati meja Widya, ia pun berkata lirih,

"Ojo sedih Ka, adepi ae Pak Nur."

 "Suwun Wid ... " sambil menyaut Paka pun berlalu, menuju ruang kepala sekolah.


*****


Kulangkahkan kakiku memasuki ruang kepala sekolah, segera setelah kuketuk pintu tadi. Kulihat Bu Lisa, wakil kepala sekolah yang terkenal cerewet pun sedang ada disana. Kusapa dengan mengangguk sekilas ke beliau, lalu melangkah ke hadapan Pak Nur.

"Paka, ini sudah bulan ke-empat, SPP mu kok nggak dibayar, piye?  tanya Pak Nur, tanpa basa basi.

"Ya Pak ,,, Ya Pak ,,,  piye?" lanjut Pak Nur.

"Saya sudah bilang bapak di rumah, beliau cuma jawab ... sabar ..." jawabku pelan.

"Ya sudah, tolong sampaikan ke bapakmu kalau bulan ini ndak bayar, kowe ora iso melu ujian. Paham?" tegas Pak Nur.

"Ya Pak, saya permisi." lanjut Paka sebelum berlalu keluar dari ruangan Pak Nur, sambil menunduk.


*****


Siang ini, seusai jam sekolah, aku bergegas, ingin segera tiba di rumah. Langkahku pun terburu-buru. Sapaan Widya seperti biasa mengajak pulang bareng, tak kugubris sama sekali karena pikiranku yang sedang sumpek.

Sesampaiku di rumah, sambil cemberut, aku mengadu ke Simbok,

"Buk! Aku tadi dipanggil Pak Nur lagi...nagih SPP..." ujarku.

"Yo wis Le, nanti ibuk bantu cari'in. Ma'em dulu sana!" Simbok menyabarkanku.

Sambil cemberut ku sendok nasi dan lauk tempe, seperti biasa.

"Wisuh tangane sik le, ben ora loro weteng!" perintah Simbok.

"Yes, Mbok.." jawabku.

"Ngambek kok, yes Mbok, yes Mbok!" saut Simbok, sambil mesem.

Selesai makan dan ganti baju, aku langsung pergi tidur. Biasanya, aku main dulu di lapangan kampung.


Sore hari, bangun dari tidurku, Simbok menghampiriku,

"Le ... ini buat nyaur SPP mu!" sambil menyorong sesuatu kepadaku.

"Ibuk dapat darimana?" selagi bertanya kulihat telinga Simbok. Anting yang tinggal 1 sudah tak ada. Pasangannya setahuku, sudah dijual Simbok dulu, untuk modal bapak jualan es kelapa.

"Ibuk jual anting ya?" tanyaku cepat.

"Sing penting kowe iso melu ujian Le!"  tegas Simbok. 

Antara senang dan sedih, kuterima uang darinya. Besok aku bisa bayar SPP.


Pas Magrib, Bapak dan Mas Yodih pulang. Nampak Bapak memapah Mas Yodih. Melihat hal itu, Simbok kaget.

"Kenapa Pak?" tanya Simbok

"Jatuh dari pohon kelapa, waktu turun habis ngambil buah kelapa." jawab Bapak cepat.

"Sudah diobati Pak?" sambung Ibu.

"Ndak punya duit, Buk. Dagangan agak sepi. Tapi udah dikasi obat gosok ... Parem. Mestinya dibawa ke Puskesmas." jelas Bapak lesu.

Ibu pun terdiam.


Malam hari, ketika mau tidur, aku kaget mendengar suara Mas Yodih yang tiba tiba merintih  kesakitan, cukup lama. Kuintip dari balik pintu kamar yang reyot dan tak bisa ditutup, kakakku nampak menderita sekali. Sedih melihatnya.

Selintas terbayang Mas Yodih yang sering membelaku, ketika aku dikejar anak kampung sebelah, sehabis menang main kelereng. Bahkan Mas Yodih pernah hampir ikut tenggelam, ketika menyelamatkanku, saat berenang di sungai bersama teman-temanku. Untung kami tersangkut akar pohon. Malahan  seringkali ia mengalah untukku, sewaktu lauk tempe, saat makan malam kami, tinggal sepotong.


*****


Jam 10.00, tepat saat bel berbunyi tanda waktu istirahat, aku bergegas ke ruangan Pak Nurcahyadi,. Di pintu kelas, Widya menyapaku,

"Piye ...???"

Aku cuma tersenyum. Hmm, anak ini sungguh baik padaku.

Di dalam ruangan kepala sekolah, kutengok Pak Nur sedang serius memperhatikan Bu Lisa, yang sedang berbicara. Kuketuk pintu, keduanya menoleh. Terlihat Bu Lisa agak cemberut, mungkin merasa pembicaraannya terpaksa terganggu dengan kedatanganku.

"Masuk!"

"Selamat pagi, Pak!" sapaku.

"Pagi ... Piye?" tanya Pak Nur.

Akupun mengeluarkan uang dari saku seragamku.

"Untuk SPP ya?" tanya Pak Nur.

"Tadinya, iya Pak!" jawabku.

"Lho ???"

"Tadinya untuk SPP, Pak, tapi kemaren kakakku jatuh dari pohon, bantu bapak petik kelapa buat jualan, cuma diobati gosok parem." jawabku.

"Semalam kesakitan, ndak bisa tidur, akhirnya aku ngalah aja Pak, kalau ndak bisa ikut ujian, uang ini buat berobat kakakku saja, ke Puskesmas!" sambungku menjelaskan. 

Pak Nur terdiam, teringat kemarin sore saat ia melihat Pak Emu, sedang memapah Mas Yodih, kakak si Paka, murid dihadapannya sekarang ini. Karena terburu-buru, Pak Nur dengan motornya tak sempat berhenti untuk bertanya.

"Paka, kamu belajar lebih rajin, supaya ujianmu lulus ya!" seru Pak Nur.

Aku tak mengerti dengan pernyataan Pak Nur barusan. Tapi kemudian, aku pamit untuk kembali ke kelas, karena waktu istirahat hampir selesai. 

Dalam hati Pak Nur ngebatin "Ono-Ono wae. Yo wis, iso melu ujian. ijazahnya ditebus kalau ada duit!"


*****


isin aku karo kowe. =  Aku malu padamu.

ojo =  Jangan. 

adepi ae  =  Hadapi saja.

suwun  =  Terima Kasih.

piye = Bagaimana.

kowe ora iso melu  =  Kamu tidak bisa ikut.

simbok =  Ibu 

yo wis,  Le  =  Ya sudah, Nak (laki-laki).

ma'em  =  Makan. 

ndak  =  Tidak.

wisuh  =  Cuci tangan.

ben ora loro weteng  =  Biar tidak sakit perut.

nyaur  =  Bayar.

ono-ono wae  =  Ada-ada saja.

mesem  =  Senyum.



Tuesday, September 15, 2020

CORETAN LENSA


Balutan Nusantara Official

Hai Negeri...

Lama Tak Berbincang,

Rindu Pun Memuncak.

Tersiar Duka, Menoreh Ayu Parasmu.

Menyulam Luka, Dalam Bening Sukmamu.


Ucap Mantra, Rasuki Para Kalbu,

Rengkuh Rasa, Lewati Alur Sang Waktu.

Raih Cinta, Dengan Biasamu,

Biarlah Murni Dalam Dekapanku.


Halau Penat, Abaikan Laramu.

Biarlah Syair, Menghampiri Lagu.

Cukup Senyum, Menatap Upayaku,

Sekelumit Makna, 'kan Kembali Merengkuhmu.



Medio September 2020


❤️❤️

REVIEW MENU KHAS NTT


Sumber: Kompas.com

Tugas review menu tradisional, yang membuat galau ini, sedikit banyak membuatku jadi, ingin mengulas menu utama khas daerah asalku, NTT yaitu Jagung Bose. Sudah banyak memang ulasan tentang hal ini, beberapa diantaranya malah dapat demgam mudah ditemui dalam artikel kuliner berjudul makanan rindu bagi perantau Timor yang dimuat Kompasiana.com atau juga artikel yang bahkan lebih spesifik seperti menunjuk 6 Tempat Makan Se'i Sapi Di Jakarta dan Tangerang  yang disajikan oleh Kompas.com. Tapi sedikitnya, demi mengobati rasa rindu pada kampung halaman, dengan ditambah nostalgia, tak ada salahnya memutar memori kecil dari menu pengganti nasi dan terkenal gurih, dengan kecenderungan, rasa asin ini.

Tidak sesederhana mengolah bahan utama bubur dari beras seperti kebiasaan yang ada di  masyarakat. Namun buatku yang setengah berdarah Timor, kurang lebih, tahu proses ini, walau tak semahir mereka yang menekuni langsung, selama bertahun-tahun. Salut buat mereka.

Boleh dibayangkan memasak Jagung Bose seperti memasak bubur umumnya, dengan bahan dasar jagung yang sebelumnya sudah dipilih dan disortir, setiap selesai, masa panen untuk disimpan dengan cara digantung diatas tungku masak di dapur, dalam bentuk rangkaian ikatan. Ibarat  di asap, secara tidak langsung, tanpa lemari pengasap. Tujuannya, demi menjaga kualitas jagung agar tetap baik.

Sumber: PosKupangWiki.com

Saat hendak dimasak biasanya ditumbuk kasar terlebih dahulu, di dalam lesung dengan penumbuk kayu panjang sampai terlepas kulit jagung lalu ditapis hingga bersih. Tujuannya pun agar tdk terlalu lama dalam proses memasak hingga empuk nanti. Lalu jagung siap direbus, umumnya ditambahkan dengan kacang nasi hitam/merah, kacang tanah, kacang merah/kacang hijau, santan kelapa dari 1/2 buah kelapa, irisan labu kuning, garam dan air secukupnya. Umumnya proses memasak ini sekitar 45menit hingga satu jam, tergantung kadar keempukan yang diinginkan. Atau hingga gurihnya santan terasa benar-benar meresap.

Jagung Bose
ini umumnya dihidangkan dengan Sambal Lu'at khas NTT (sejenis Sambal Matah) ditemani tumisan bunga pepaya yang dicampur daun singkong.


sumber: Wikipedia

Rasa gurih dari santan dan aroma asap karena proses penyimpanan jagung diatas tungku, makin terasa dominan, jika dimakan bersama, salah satu lauk wajib khas NTT yaitu Daging Se'i Tumis (daging sapi asap).

Monday, September 14, 2020

RESENSI FILM "SOMETHING IN BETWEEN"


sumber: IG film_somethinginbetween


Judul film                            Something In Between
 
Sutradara                              Asep Kusdinar 
  
Produser                               Sukdhev Singh
                                                Wicky V. Olindo

Perusahaan produksi   Screenplay Film
Legacy Pictures
                       
Pemeran                                Jefri Nichol
                                                Amanda Rawles
                                                Naufal Samudra
                                                Junior Liem
                                                Febby Rastanty
                                                Slamet Rahardjo
                                                Surya Saputra
                                                Amara Lingua
                                                Yayu Unru
                                                Denira Wiraguna

Music                                     Joseph S. Djafar

Tanggal rilis                         27 September 2018
  
Durasi                                    100 menit

Negara                                   Indonesia

Bahasa                                   Indonesia



sumber: IG film_somethinginbetween

Sinopsis
Diceritakan seorang Gema (Jefri Nichol) dengan karakter remaja unik dari kelas non-unggulan, SMA Kebangsaan, di Jakarta Pusat, Saking uniknya, ia punya cara yang tidak biasa pula, ketika mengejar seorang gadis remaja, pujaan hatinya, Maya (Amanda Rawles). Gadis cantik dan pintar dari kelas unggulan, di sekolah mereka. Bahkan rasa suka Gema seringkali berujung lebay dan merepotkan Maya.
 
Walau awalnya rasa suka Gema seringkali pula membuat Maya jengah dan terganggu. Namun melihat  keseriusan Gema, ditambah dukungan dari sahabat baiknya, Surya (Junior Liem) dan Pak Maman (Yayu Unru), penjaga sekolah, akhirnya Maya pun luluh.
Maya mulai melihat sisi lain dari Gema, ia bukan sekedar cowok iseng yang ingin memacarinya. Ia bersungguh-sungguh dengan caranya sendiri. 
Kemudian hubungan Maya dan Gema pun semakin dekat dan tak terpisahkan. Mereka bahkan menyatukan impian dan berjanji untuk selalu bersama.

Sayangnya, bukan Gema seorang yang menyukai Maya, ada Raka (Naufal Samudra) yang juga menyukai Maya dan berusaha memiliki Maya sebagai pacarnya juga. Drama cinta segitiga pun beberapa kali terjadi diantara mereka namun tak menghalangi tekad Gema dan Maya untuk hidup bersama selepas masa SMA.

Disisi lain, tekad dan janji dari kisah cinta, Maya dan Gema, yang diucapkan secara sungguh-sungguh ini, justru terbawa hingga masuk ke dalam mimpi seorang lelaki bernama Abi yang menetap di kota London. Dan melalui beberapa sketsanya, Abi menggambar dengan jelas wajah Gema dan Maya, yang kerap hadir di dalam mimpi-mimpinya. Inilah alasan Abi, kemudian untuk menemukan Maya dan Gema di dunia nyata, dengan berangkat ke Indonesia.

Bagaimana akhir dari kisah cinta Gema dan Maya? Lalu, apa hubungannya dengan sosok Abi dan mimpi-mimpinya?



sumber: IG film_somethinginbetween

Review

"Dongeng dua anak manusia, yang ingin bersatu, tapi tak mampu". Lebih dari sekali, narasi ini diperdengarkan kepada penonton, sepanjang film berdurasi 100 menit dengan pemilihan lokasi set di Londan dan Jakarta. Tentu mengandung arti tersendiri, pikirku.

Alur cerita fantasi-drama yang menarik, dengan sesekali mengakomodasi pola flash back, dikemas dengan dialog- dialog ringan dan konyol khas anak SMA. Sosok Gema yang diperankan Jefri Nichol, dan lawan mainnya, Amanda Rawles sebagai Maya, sudah pasti bukan hal baru lagi, untuk pasar dan penikmat layar lebar Indonesia.

Dialog konyol dengan mimik wajah datar, tampak ketika Gema menunjukkan keseriusannya, ataupun saat menanti jawaban Maya, atas cintanya, dengan mengadopsi perilaku konyol.

   "Gajah Mada aja, tak akan makan buah pala sebelum Nusantara bersatu!" sambil mengangkat kepalan tangannya, di hadapan Maya, tanda semangat pantang menyerah. 

   "Kunci hatimu hanya aku yang pegang May!" ujarnya pada Maya pada adegan lainnya di depan kelas, disaksikan oleh teman-teman sekolah mereka, tanpa rasa malu. Demi meyakinkan sang pujaan hati.

Kocak! Sekaligus Haru.

Belum lagi ditambah suara Rossa yang membawakan "Firefly" yang menjadi soundtrack dari film ini, menambah kesan dramatis, ketika cerita mendekati lebih dari separuh jalan.

Karakter Abi dan Laras pun tak kalah menarik untuk ditonton. Dan keterkaitan hubungan sebenarnya, diantara mereka.

Bagiku, tema fantasi-drama dari film ini sungguh "sesuatu" di layar lebar Indonesia. Bagaimana mungkin ide polemik "lahir kembali", ternyata mampu dikemas cantik dalam drama dan disajikan kembali lewat kekonyolan khas anak remaja. Sedikit catatan yang menggemaskan yaitu pada ending cerita, seolah dibuat menggantung. Timbul sedikit harap, akan ada versi keduanya dengan pemeran yang sama.

Pesan kecil yang meninggalkan kesan lebih bagiku pun, muncul dari penggalan kalimat berikut ini,

   "Bagaimana Mungkin, Sesuatu Yang Tak Pernah Kita Lihat Dan Dengar, Bisa Hadir Senyata Rekaman".

   "Bagaimana Mungkin, Sesuatu Yang Tak Pernah Kita Alami, Bisa Hadir Senyata Kenangan".



❤️❤️


Saturday, September 12, 2020

KESAN DALAM "CAKARANKU"


Sumber Pribadi


Sejak kutemukan 2 buku dengan judul menarik di sudut dalam lemariku hari ini, mata ini otomatis memilih buku, dengan ilustrasi cover, mawar merah. Karya Nunung Wardiman yang berjudul, Cakaranku (Catatan Karya Harianku). Makin tak tertahan rasa penasaran, karena sepengetahuanku, beliau adalah satu dari sekian penyanyi kondang wanita, genre Jazz, di Indonesia. Tergesa-gesa, aku membolak balik sambil sekilas membaca, isi buku, 173 halaman itu. Buku yang ternyata didominasi dengan narasi kepedihan ini, dicetak oleh penerbit LIMPAD, yaitu sebuah lembaga non profit yang mengembangkan media belajar bagi komunitas, pada Februari 2006. Hanya berselang 2 bulan, sebelum penulisnya, berpulang ke pangkuan ALLAH SWT, 26 April 2006, karena penyakit kanker stadium 4, yang sudah dideritanya selama 1,5 tahun.



Menariknya di buku ini, penulis bercerita bagaimana dalam satu putaran kehidupannya, keindahanlah yang dominan. Tetapi pada putaran kehidupan yang lain, kepedihan menggantikannya. Hal ini jelas terekam pada susunan coretan hariannya, yang ada di dalam buku. Ia pun menceritakan dalam penggalan goresannya, sebagian kecil dari narasi kehidupannya itu, melebur dalam syair-syair Jazz yang dilantunkannya. Di fase inilah, coretan hariannya mengalir deras. Hingga suatu saat tiba-tiba melambat, karena penyakit yang dideritanya, melumpuhkan tubuhnya. Oleh karena keterbatasan fisiknya ini pula, cakaran itu pun terhenti.

Bagi diriku, yang awam dengan ilmu Sastra dan alirannya, isi buku ini cukup mudah kok untuk dicerna, tanpa harus bersusah payah, mengerutkan kening. Sebagai Jazz Singer, dan selebriti di zamannya, mengemas semangat dari luka dan kecewa yang dalam, tanpa sedikit pun terkesan cengeng, patut mendapat applause. Ia cukup sukses mewariskan aura positif dan semangat pantang menyerah. Pendapat ini pun tersirat dari tiap narasi di Cakaranku, hasil interaksi beberapa narasumber, bersama sang penulis, sejak awal penyusunan materi untuk isi buku ini. Bahkan seorang budayawan terkemuka, Darmanto Jatman, berkenan menyumbangkan tulisannya berjudul Jazz Sangopati, sebagai bagian dari pembuka demi penulis buku ini.

Pada bagian Unfinished Notes, yang menjadi penutup dari isi buku Cakaranku ini, meninggalkan kesan kepedihan tersendiri buatku. Saat mengetahui bahwa, tingginya harapan dan untaian cita-cita penulis, harus runtuh seiring dengan kondisi tubuhnya yang terus melemah. Disebabkan oleh penyakit kanker, yang sudah memasuki stadium akhir.


Rest In Peace, Mbak Nunung Yuliati Wardiman!

Friday, September 11, 2020

MENYUNTING "NALURI"

"Ternyata Aku Biasa Menulis" menjadi tema besar, yang digelontorkan Kak Irai sebagai mentor, menandai dibukanya kelas menulis. Sekaligus sebagai tugas awal dari misi, one day, one post, kali ini. Entah mengapa, isi kepalaku ini, menangkap kesan "tidak biasa", sesaat setelah membacanya di whatsapp group. Menariknya, kesan yang hadir di kepalaku itu, sama sekali tidak merujuk kepada ilmu dasar dari teknik penulisan, ataupun media yang biasa dipakai seorang penulis. Seperti yang seringkali kita temui di media sosial seperti FB, IG, WA, dan lain-lain. Namun, aku melihat tema yang disuguhkan kali ini, semacam pola baru dari  gaya edukasi sang mentor, secara tidak langsung.  Yaitu, lebih kepada menggugah rasa percaya diri. Sekaligus menggiring kami, ke arah tindakan nyata yang berani, tanpa perlu merasa buntu, setiap kali hendak membuat suatu karya tulis.


Sumber Pribadi


Pemikiran subjektif? Mungkin benar. Karena memang, belum ada proses riset di dalam tulisan ini. Bahkan menanyakan kepada sang mentor secara langsung, tujuan dari tema tugas kali ini pun, belum kulakukan. Sepatutnya, seorang penulis itu mengumpulkan bahan, ide dan data, sebelum menggoreskan penanya.

Disini pun, aku hanya sedang menjabarkan insting, yang terlintas dengan spontan. Berlatih mengemasnya dari ide sederhana, menjadi sebuah narasi yang apik. Meskipun masih sangat minim, dasar-dasar ilmu kepenulisan yang kumiliki, namun aku berusaha menikmati prosesnya, lewat motivasi yang selalu digaungkan sang mentor, Kak Irai. Hingga saatnya nanti, aku mampu melahirkan karya tulis kreatif, yang unik dan inspiratif bagi pembacanya.


Stay Healthy and Be Happy ❤️



Tuesday, July 21, 2020

TUHAN, KUTITIP SURAT INI UNTUK MAMA.



Hai Ma, apa kabarmu hari ini?
Masih ingatkah dirimu, persis di tanggal 21, bulan ini juga, tepat 3 tahun yang lalu?
Ketika jam 2 dini hari, kita masih bercengkrama, sambil ngemil jelly rasa melon?

 

Saat itu engkau masih memintaku, menyuapimu dengan 2-3 suap jelly melon sebelum tidur.

Ingatkah dirimu, saat kupaksa, lebih banyak lagi melahap agar-agar itu?

Itu dikarenakan buruknya selera makan malammu, yang cuma 2 sendok. Sangat sedikit menurutku.


Berbeda dengan kebiasaan dirimu, yang walau tak banyak, paling tidak, 5 sendok makan itu pasti, lahap kau nikmati.


Ingatkah juga dirimu, setelah itu? Saat kau menyuruhku untuk pergi tidur, karena malam hampir habis dan sebentar lagi, pagi menjelang.

Masih melekat jugakan diingatanmu, Ma?

Ketika setelah itu, akupun pamit seraya mengecup keningmu, sebelum akhirnya kurebahkan tubuhku di tempat tidurku yang berada persis disisi tempat tidurmu. Seraya tak lupa mengucapkan, "good night and see you tomorrow!"

Seperti biasanya, yang dirimu dan almarhum papa contohkan, sejak kami kecil, setiap malam, sebelum tidur.

Ingatkah dirimu, Ma?

Belum tiga jam aku tertidur, entah apa yang  tiba-tiba membangunkanku, sekilas kulihat tabung oksigenmu seperti biasa, hanya memastikan semua, sudah seperti yang seharusnya.

Seketika itu juga kulihat, engkau "pulas" sekali dalam tidurmu hari ini. Selang oksigen pun, terpasang rapih dihidungmu, tidak kulihat rasa sesak ataupun gelisah, justru wajahmu terlihat nyaman sewaktu kupandang.

Tidak seperti yang terjadi beberapa hari terakhir ini, setelah engkau keluar dari rumah sakit. Nikmat sekali, bathinku saat itu.

Lalu, ingatkah dirimu Ma?

Ketika aku dengan sengaja memanggil namamu untuk sarapan, walau sesungguhnya, aku sudah menyadari engkau tidak bereaksi sama sekali, ketika kurapihkan letak oksigenmu.

Bahkan dengan bunyi-bunyian yang sengaja kutimbulkan, sejak awal kuterbangun dari tidurku. Lalu dengan bantuan yang sudah kuupayakan sebisaku saat itu.

Atau mungkinkah, hatiku saja yang belum siap menerima?

Bisakah kau bayangkan, apa yang kurasa pada saat itu, Ma?!

Tahukah dirimu apa yang terjadi padaku, setelah itu?

Banyak sekali cerita, yang ingin kubagi denganmu.


Bisakah kau ingatkan kembali padaku, Ma? Tak ada yang dapat kuingat, selain wajah dan harum tubuhmu dikala tidur "pulasmu" waktu itu.

Aroma harum tubuhmu seperti harumnya bedak bayi favoritku, padahal aku tak memakaikan apapun padamu saat itu, tidak juga dengan sehari sebelumnya.

Lalu wajahmu itu, Ma. Masih tergambar jelas dibenakku, hingga saat ini. Layaknya ekspresi seorang bayi, bersih dan tenang dalam tidurnya. Nyaman sekali, seolah tak ada kesan sakit sedikitpun.

Apalagi jika mengingat, bahwa sebelumnya dirimu adalah seorang penderita stroke, yang sangat tangguh, menjalani versi hidup mandirimu dengan banyak keterbatasan. Selama lebih dari 8 tahun terakhir ini.

Itu semua, seakan tak berbekas sama sekali. Saat kutatap lekat wajahmu, didalam tidurmu kali ini.


Namun detail istimewa yang tak akan pernah kulupa, sepanjang sisa hidupku. Saat doa dan janji, sempat kubisikkan lirih di telingamu, Ma.

Aku sedikit takut, tak dapat mengatakannya padamu, saat kita masih berduaan saja.Sebelum, banyak orang ramai berdatangan. Kau juga ingat itu'kan, Ma?

Dan tahukah dirimu, Ma?

Kenyataannya, setelah kepergianmu hingga hari ini, tiada satu hariku pun terlewat, tanpa mengingatmu. Termasuk dengan janji-ku, untuk tetap baik-baik saja, walau harus tanpamu, disisiku.

Hai Ma, apa kabarmu hari ini?

Pastinya kau sudah tahu, kami belum bisa mengunjungimu, disebabkan kondisi pandemi, yang terjadi sekarang ini.Namun, kau pun pasti, dan selalu paling mengerti, jika doa-doa kami, sudah lebih dulu, menyapamu, sebelum tiba langkah kaki anakmu ini.


Hard to say, "Good Bye!"

Just, "See you in Heaven."



Miss you so badly


TABIR NURAINI

image from Google Sudah dua purnama di Kampung ini terlihat lengang. Angin yang meniup daun pohon-pohon bambu, jelas terdengar. Wak Samad me...