Wednesday, September 23, 2020

PLATONIK

Tugas ke 3 dari kelas menulisku kali ini, mengenai review buku yang pernah dibaca. Menjadi tantangan tersendiri buatku, ketika tak satupun buku pernah benar-benar "selesai" kubaca, selain daripada diktat pola dari kursus menjahit yang pernah kuikuti dulu, yang saat inipun hampir tidak pernah kusentuh lagi. 
Dan buku-buku saku karya Khalil Gibran. Yang dulu sempat menjadi tempat pelarianku dari penatnya ilmu kampus.  

Awal ketertarikanku dengan sosok Khalil Gibran, (yang kemudian mengganti ejaan namanya dengan, Kahlil Gibran), saat duduk dibangku SMA. Kutengok, seorang sahabat sedang menulis salah satu karya beliau, disampul buku tulisnya. 

"... ketika cinta memanggilmu, datanglah walau jalannya terjal dan berliku ..."

Sejak itulah, rasa ingin tahuku muncul  terhadap sosok sastrawan Arab, kelahiran Lebanon, 6 Januari 1883, yang diusia remaja, bersama ibunya migrasi ke Boston, Amerika Serikat dan kembali ke Lebanon untuk mempelajari sastra Arab. Lalu memperluas pandangan sastra dan belajar melukis di Paris, sebelum menetap di New York dan mendirikan studio "Pertapaan".

Sejak 1905, karya-karyanya terbit dan menarik perhatian, terutama yang berjudul Sang Nabi (telah terbit dalam 20 bahasa). Buku yang mengungkapkan kesalahan penilaian penulis terhadap dirinya sendiri hingga menimbulkan kegetiran jiwa.

Buku-bukunya yang terkenal selain Sang Nabi seperti Pasir dan Buih, Sayap-Sayap Patah, Suara Sang Guru, Potret Diri, dan lain-lain. Buku yang bagi beberapa orang, mungkin, sulit dicerna, sehingga ketika membacanya, banyak dahi akan berkerut. Tapi dari kacamataku, beliau sedang menerjemahkan, visual disekitarnya kedalam tulisan, dengan gaya pengucapan yang lebih artistik.
Ini semua tentunya, amat dipengaruhi oleh, latar belakang keakrabannya pada alam pegunungan, di tanah kelahirannya.

Dan yang tidak kalah menarik juga populer, adalah kisah cinta platonik-nya dengan sastrawati cerdas, sekaligus kritikus Arab, asal Lebanon, Mary Ziadah.
Kisah cinta jarak jauh, melalui surat menyurat, selama 20 tahun, tanpa pernah sekalipun bertemu muka. Gibran di New York dan Mary menetap serta mengembangkan bakatnya di Kairo, kota yang pada saat itu merupakan pusat perkembangan sastra Arab.

Mary yang kemudian lebih populer dengan nama May Ziadah, atau oleh Gibran sering juga dipanggil Mariam, dalam isi surat menyurat mereka. Seperti tertuang didalam buku Surat-Surat Cinta kepada May Ziadah.

Surat yang berawal dari tulisan resensi dan sorotan sastra karya keduanya di tahun 1911, serta diskusi terhadap artikel reguler May, diharian dan majalah terkemuka Arab saat itu, berubah menjadi menjadi surat cinta yang semakin mendalam.

Selain fakta menarik dari buku Surat-Surat Cinta kepada May Ziadah ini, Gibran juga mengungkapkan secara filosofis kepada May, siapa sebenarnya tokoh "Sang Nabi" dalam bukunya yang berjudul Sang Nabi, dan alasan ia menggunakan judul Sayap-Sayap Patah, untuk buku biografisnya tentang tragedi percintaan.

Semoga review ini bermanfaat, agar kita mampu melihat, apapun yang  terjadi disekitar kita, tidak harus seperti keinginan kita semata. Semua kembali kepada fitrah, keIlahian, moral dan kebenaran universal.


Keep Smile


☺️☺️


#tugas3

4 comments:

  1. Replies
    1. Hahaha,. Duluuu itu mba, waktu msh sotoyπŸ™ˆ skrg mah, suruh mikir efek pandemi aja udh "braaat" 🀣🀣🀣

      Delete
  2. mantap.. jadi inget aku juga punya 1 buku Khalil Gibran.. cari juga ah :-)

    ReplyDelete
  3. πŸ˜‚ hayoo dicari lagi, akupun bongkar kardus demi tugas3 πŸ™ƒπŸ™ƒ

    ReplyDelete

TABIR NURAINI

image from Google Sudah dua purnama di Kampung ini terlihat lengang. Angin yang meniup daun pohon-pohon bambu, jelas terdengar. Wak Samad me...