"Semakin kamu belajar, semakin kamu mengerti, bahwa banyak hal yang belum kamu ketahui"
sumber foto pribadi |
"Semakin kamu belajar, semakin kamu mengerti, bahwa banyak hal yang belum kamu ketahui"
sumber foto pribadi |
Masker Non Medis
|
Pouch Triple Restleting
|
"Ternyata aku biasa menulis", menjadi tema besar, yang digelontorkan kepada kami, menandai tugas awal proyek bersama, one day, one post, kali ini. Entah mengapa, isi kepala ini menangkap pesan lain "yang tidak biasa", sehabis membaca tema tugas tersebut. Yang menarik, justru bukan pada ulasan teknik atau gaya penulisan maupun media yang dipakai penulis, seperti yang umum terjadi dan seringkali kita lihat di media sosial seperti FB, IG, WA, dll. Akan tetapi, secara pribadi, aku melihat tema yang disuguhkan kali ini, seolah pola baru, dari gaya edukasi sang mentor, secara tidak langsung, yaitu dengan menggugah rasa percaya diri, sekaligus menggiring kami, kearah tindakan nyata, untuk berani, tanpa ragu, apalagi sampai merasa buntu. Setiap kali memulai suatu karya tulis.
Sumber Pribadi |
Pemikiran subyektif? Iya, mungkin saja benar. Karena memang, belum ada proses riset di dalam tulisan ini, bahkan menanyakan, tujuan dari tema tugas kali ini, kepada sang mentor secara langsung pun, belum kulakukan. Sepatutnya, seorang penulis itu mengumpulkan bahan, ide dan data, sebelum ia menggoreskan pena.
Disini pun, aku hanya sedang menjabarkan insting,, yang terlintas dengan spontan. Berlatih mengemasnya dari ide sederhana, menjadi sebuah narasi yang apik. Meskipun masih sangat minim, dasar-dasar ilmu kepenulisan yang kumiliki, tetapi aku tetap berusaha menikmati prosesnya, lewat motivasi yang selalu digaungkan sang mentor, kak Irai. Hingga saatnya nanti, aku mampu melahirkan karya tulis kreatif, yang unik dan inspiratif bagi pembacanya.
Stay Healthy and Be Happy ❤️
Masker LoroBlonyo |
sumber: Google |
Aku sendiri, kurang berminat dengan pelajaran itu tapi karena nilaiku kurang bagus, kucoba menyimak penjelasannya.
Tiba-tiba pintu kelas diketuk. Setelah meminta izin ke Pak Don, Bu Ester, adiministrasi sekolah, mendekat ke mejaku.
"Paka, jam istirahat ditunggu kepala sekolah, di kantor." ujar Bu Ester sambil menatapku.
"Ya Bu... " jawabku pelan.
Waduh ... pasti SPP lagi, batinku.
Ini sudah kedua kalinya, aku dipanggil beliau, lanjutku dalam hati, seraya menunduk.
Widya menoleh ke arahku, pandangannya seakan menghiburku.
Isin aku karo kowe, batinku lagi.
Teman perempuan sekelasku ini seringkali menyemangatiku. Entah mengapa, perhatiannya begitu besar padaku, diam-diam aku pun naksir.
Sementara sibuk dengan lamunanku, bel berbunyi, tanda waktu istirahat sekolah tiba. Aku beranjak dari kursiku. Ketika melewati meja Widya, ia pun berkata lirih,
"Ojo sedih Ka, adepi ae Pak Nur."
"Suwun Wid ... " sambil menyaut Paka pun berlalu, menuju ruang kepala sekolah.
*****
Kulangkahkan kakiku memasuki ruang kepala sekolah, segera setelah kuketuk pintu tadi. Kulihat Bu Lisa, wakil kepala sekolah yang terkenal cerewet pun sedang ada disana. Kusapa dengan mengangguk sekilas ke beliau, lalu melangkah ke hadapan Pak Nur.
"Paka, ini sudah bulan ke-empat, SPP mu kok nggak dibayar, piye? tanya Pak Nur, tanpa basa basi.
"Ya Pak ,,, Ya Pak ,,, piye?" lanjut Pak Nur.
"Saya sudah bilang bapak di rumah, beliau cuma jawab ... sabar ..." jawabku pelan.
"Ya sudah, tolong sampaikan ke bapakmu kalau bulan ini ndak bayar, kowe ora iso melu ujian. Paham?" tegas Pak Nur.
"Ya Pak, saya permisi." lanjut Paka sebelum berlalu keluar dari ruangan Pak Nur, sambil menunduk.
*****
Siang ini, seusai jam sekolah, aku bergegas, ingin segera tiba di rumah. Langkahku pun terburu-buru. Sapaan Widya seperti biasa mengajak pulang bareng, tak kugubris sama sekali karena pikiranku yang sedang sumpek.
Sesampaiku di rumah, sambil cemberut, aku mengadu ke Simbok,
"Buk! Aku tadi dipanggil Pak Nur lagi...nagih SPP..." ujarku.
"Yo wis Le, nanti ibuk bantu cari'in. Ma'em dulu sana!" Simbok menyabarkanku.
Sambil cemberut ku sendok nasi dan lauk tempe, seperti biasa.
"Wisuh tangane sik le, ben ora loro weteng!" perintah Simbok.
"Yes, Mbok.." jawabku.
"Ngambek kok, yes Mbok, yes Mbok!" saut Simbok, sambil mesem.
Selesai makan dan ganti baju, aku langsung pergi tidur. Biasanya, aku main dulu di lapangan kampung.
Sore hari, bangun dari tidurku, Simbok menghampiriku,
"Le ... ini buat nyaur SPP mu!" sambil menyorong sesuatu kepadaku.
"Ibuk dapat darimana?" selagi bertanya kulihat telinga Simbok. Anting yang tinggal 1 sudah tak ada. Pasangannya setahuku, sudah dijual Simbok dulu, untuk modal bapak jualan es kelapa.
"Ibuk jual anting ya?" tanyaku cepat.
"Sing penting kowe iso melu ujian Le!" tegas Simbok.
Antara senang dan sedih, kuterima uang darinya. Besok aku bisa bayar SPP.
Pas Magrib, Bapak dan Mas Yodih pulang. Nampak Bapak memapah Mas Yodih. Melihat hal itu, Simbok kaget.
"Kenapa Pak?" tanya Simbok
"Jatuh dari pohon kelapa, waktu turun habis ngambil buah kelapa." jawab Bapak cepat.
"Sudah diobati Pak?" sambung Ibu.
"Ndak punya duit, Buk. Dagangan agak sepi. Tapi udah dikasi obat gosok ... Parem. Mestinya dibawa ke Puskesmas." jelas Bapak lesu.
Ibu pun terdiam.
Malam hari, ketika mau tidur, aku kaget mendengar suara Mas Yodih yang tiba tiba merintih kesakitan, cukup lama. Kuintip dari balik pintu kamar yang reyot dan tak bisa ditutup, kakakku nampak menderita sekali. Sedih melihatnya.
Selintas terbayang Mas Yodih yang sering membelaku, ketika aku dikejar anak kampung sebelah, sehabis menang main kelereng. Bahkan Mas Yodih pernah hampir ikut tenggelam, ketika menyelamatkanku, saat berenang di sungai bersama teman-temanku. Untung kami tersangkut akar pohon. Malahan seringkali ia mengalah untukku, sewaktu lauk tempe, saat makan malam kami, tinggal sepotong.
*****
Jam 10.00, tepat saat bel berbunyi tanda waktu istirahat, aku bergegas ke ruangan Pak Nurcahyadi,. Di pintu kelas, Widya menyapaku,
"Piye ...???"
Aku cuma tersenyum. Hmm, anak ini sungguh baik padaku.
Di dalam ruangan kepala sekolah, kutengok Pak Nur sedang serius memperhatikan Bu Lisa, yang sedang berbicara. Kuketuk pintu, keduanya menoleh. Terlihat Bu Lisa agak cemberut, mungkin merasa pembicaraannya terpaksa terganggu dengan kedatanganku.
"Masuk!"
"Selamat pagi, Pak!" sapaku.
"Pagi ... Piye?" tanya Pak Nur.
Akupun mengeluarkan uang dari saku seragamku.
"Untuk SPP ya?" tanya Pak Nur.
"Tadinya, iya Pak!" jawabku.
"Lho ???"
"Tadinya untuk SPP, Pak, tapi kemaren kakakku jatuh dari pohon, bantu bapak petik kelapa buat jualan, cuma diobati gosok parem." jawabku.
"Semalam kesakitan, ndak bisa tidur, akhirnya aku ngalah aja Pak, kalau ndak bisa ikut ujian, uang ini buat berobat kakakku saja, ke Puskesmas!" sambungku menjelaskan.
Pak Nur terdiam, teringat kemarin sore saat ia melihat Pak Emu, sedang memapah Mas Yodih, kakak si Paka, murid dihadapannya sekarang ini. Karena terburu-buru, Pak Nur dengan motornya tak sempat berhenti untuk bertanya.
"Paka, kamu belajar lebih rajin, supaya ujianmu lulus ya!" seru Pak Nur.
Aku tak mengerti dengan pernyataan Pak Nur barusan. Tapi kemudian, aku pamit untuk kembali ke kelas, karena waktu istirahat hampir selesai.
Dalam hati Pak Nur ngebatin "Ono-Ono wae. Yo wis, iso melu ujian. ijazahnya ditebus kalau ada duit!"
*****
isin aku karo kowe. = Aku malu padamu.
ojo = Jangan.
adepi ae = Hadapi saja.
suwun = Terima Kasih.
piye = Bagaimana.
kowe ora iso melu = Kamu tidak bisa ikut.
simbok = Ibu
yo wis, Le = Ya sudah, Nak (laki-laki).
ma'em = Makan.
ndak = Tidak.
wisuh = Cuci tangan.
ben ora loro weteng = Biar tidak sakit perut.
nyaur = Bayar.
ono-ono wae = Ada-ada saja.
mesem = Senyum.
Balutan Nusantara Official |
Hai Negeri...
Lama Tak Berbincang,
Rindu Pun Memuncak.
Tersiar Duka, Menoreh Ayu Parasmu.
Menyulam Luka, Dalam Bening Sukmamu.
Ucap Mantra, Rasuki Para Kalbu,
Rengkuh Rasa, Lewati Alur Sang Waktu.
Raih Cinta, Dengan Biasamu,
Biarlah Murni Dalam Dekapanku.
Halau Penat, Abaikan Laramu.
Biarlah Syair, Menghampiri Lagu.
Cukup Senyum, Menatap Upayaku,
Sekelumit Makna, 'kan Kembali Merengkuhmu.
Medio September 2020
❤️❤️
Sumber: Kompas.com |
Sumber: PosKupangWiki.com |
sumber: Wikipedia |
sumber: IG film_somethinginbetween |
sumber: IG film_somethinginbetween |
Review
"Dongeng dua anak manusia, yang ingin bersatu, tapi tak mampu". Lebih dari sekali, narasi ini diperdengarkan kepada penonton, sepanjang film berdurasi 100 menit dengan pemilihan lokasi set di Londan dan Jakarta. Tentu mengandung arti tersendiri, pikirku.
Alur cerita fantasi-drama yang menarik, dengan sesekali mengakomodasi pola flash back, dikemas dengan dialog- dialog ringan dan konyol khas anak SMA. Sosok Gema yang diperankan Jefri Nichol, dan lawan mainnya, Amanda Rawles sebagai Maya, sudah pasti bukan hal baru lagi, untuk pasar dan penikmat layar lebar Indonesia.
Dialog konyol dengan mimik wajah datar, tampak ketika Gema menunjukkan keseriusannya, ataupun saat menanti jawaban Maya, atas cintanya, dengan mengadopsi perilaku konyol.
"Gajah Mada aja, tak akan makan buah pala sebelum Nusantara bersatu!" sambil mengangkat kepalan tangannya, di hadapan Maya, tanda semangat pantang menyerah.
"Kunci hatimu hanya aku yang pegang May!" ujarnya pada Maya pada adegan lainnya di depan kelas, disaksikan oleh teman-teman sekolah mereka, tanpa rasa malu. Demi meyakinkan sang pujaan hati.
Kocak! Sekaligus Haru.
Belum lagi ditambah suara Rossa yang membawakan "Firefly" yang menjadi soundtrack dari film ini, menambah kesan dramatis, ketika cerita mendekati lebih dari separuh jalan.
Karakter Abi dan Laras pun tak kalah menarik untuk ditonton. Dan keterkaitan hubungan sebenarnya, diantara mereka.
Bagiku, tema fantasi-drama dari film ini sungguh "sesuatu" di layar lebar Indonesia. Bagaimana mungkin ide polemik "lahir kembali", ternyata mampu dikemas cantik dalam drama dan disajikan kembali lewat kekonyolan khas anak remaja. Sedikit catatan yang menggemaskan yaitu pada ending cerita, seolah dibuat menggantung. Timbul sedikit harap, akan ada versi keduanya dengan pemeran yang sama.
Pesan kecil yang meninggalkan kesan lebih bagiku pun, muncul dari penggalan kalimat berikut ini,
"Bagaimana Mungkin, Sesuatu Yang Tak Pernah Kita Lihat Dan Dengar, Bisa Hadir Senyata Rekaman".
"Bagaimana Mungkin, Sesuatu Yang Tak Pernah Kita Alami, Bisa Hadir Senyata Kenangan".
❤️❤️
Bagi diriku, yang awam dengan ilmu Sastra dan alirannya, isi buku ini cukup mudah kok untuk dicerna, tanpa harus bersusah payah, mengerutkan kening. Sebagai Jazz Singer, dan selebriti di zamannya, mengemas semangat dari luka dan kecewa yang dalam, tanpa sedikit pun terkesan cengeng, patut mendapat applause. Ia cukup sukses mewariskan aura positif dan semangat pantang menyerah. Pendapat ini pun tersirat dari tiap narasi di Cakaranku, hasil interaksi beberapa narasumber, bersama sang penulis, sejak awal penyusunan materi untuk isi buku ini. Bahkan seorang budayawan terkemuka, Darmanto Jatman, berkenan menyumbangkan tulisannya berjudul Jazz Sangopati, sebagai bagian dari pembuka demi penulis buku ini.
Pada bagian Unfinished Notes, yang menjadi penutup dari isi buku Cakaranku ini, meninggalkan kesan kepedihan tersendiri buatku. Saat mengetahui bahwa, tingginya harapan dan untaian cita-cita penulis, harus runtuh seiring dengan kondisi tubuhnya yang terus melemah. Disebabkan oleh penyakit kanker, yang sudah memasuki stadium akhir.
Rest In Peace, Mbak Nunung Yuliati Wardiman!
"Ternyata Aku Biasa Menulis" menjadi tema besar, yang digelontorkan Kak Irai sebagai mentor, menandai dibukanya kelas menulis. Sekaligus sebagai tugas awal dari misi, one day, one post, kali ini. Entah mengapa, isi kepalaku ini, menangkap kesan "tidak biasa", sesaat setelah membacanya di whatsapp group. Menariknya, kesan yang hadir di kepalaku itu, sama sekali tidak merujuk kepada ilmu dasar dari teknik penulisan, ataupun media yang biasa dipakai seorang penulis. Seperti yang seringkali kita temui di media sosial seperti FB, IG, WA, dan lain-lain. Namun, aku melihat tema yang disuguhkan kali ini, semacam pola baru dari gaya edukasi sang mentor, secara tidak langsung. Yaitu, lebih kepada menggugah rasa percaya diri. Sekaligus menggiring kami, ke arah tindakan nyata yang berani, tanpa perlu merasa buntu, setiap kali hendak membuat suatu karya tulis.
Sumber Pribadi |
Pemikiran subjektif? Mungkin benar. Karena memang, belum ada proses riset di dalam tulisan ini. Bahkan menanyakan kepada sang mentor secara langsung, tujuan dari tema tugas kali ini pun, belum kulakukan. Sepatutnya, seorang penulis itu mengumpulkan bahan, ide dan data, sebelum menggoreskan penanya.
Disini pun, aku hanya sedang menjabarkan insting, yang terlintas dengan spontan. Berlatih mengemasnya dari ide sederhana, menjadi sebuah narasi yang apik. Meskipun masih sangat minim, dasar-dasar ilmu kepenulisan yang kumiliki, namun aku berusaha menikmati prosesnya, lewat motivasi yang selalu digaungkan sang mentor, Kak Irai. Hingga saatnya nanti, aku mampu melahirkan karya tulis kreatif, yang unik dan inspiratif bagi pembacanya.
Stay Healthy and Be Happy ❤️
image from Google Sudah dua purnama di Kampung ini terlihat lengang. Angin yang meniup daun pohon-pohon bambu, jelas terdengar. Wak Samad me...